Langsung ke konten utama

Essay kreasi literasi di era digital

Restrukturisasi Masyarakat melalui pemanfaatan e-library
Oleh : Rahayu Wilujeng

Memasuki dekade kedua abad 21, everything is digital. Digitalisasi merambah ke setiap aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga ke pengelolaan sebuah negara. Begitu juga dengan Indonesia, arus globalisasi menuntut Indonesia untuk berpartisipasi dalam euforia era digital ini. Sebagai negara berkembang, Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mem-boost kemajuan Indonesia lebih dan lebih lagi, terutama dalam dunia pendidikan. Karena sebagai pondasi utama sebuah negara, pendidikan berada dalam posisi yang sangat sentral untuk menentukan masa depan bangsa. Mau dibawa kemana bangsa ini sangat ditentukan oleh bagaimana minat masyarakatnya terhadap baca-tulis. Literasi sebagai jantung pendidikan akan sangat penting dalam mendukung imajinasi dan kreativitas masyarakat. Oleh karena itu, literasi sangat berperan dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia.

Peningkatan intelektualitas sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini. Kelemahan minat literasi dalam masyarakat menghasilan suatu siklus yang dapat kita sebut sebagai “lingkaran setan”. Disebut demikian karena siklus ini seolah tak pernah usai dan tak berujung pangkal dan seakan telah melekat dalam karakteristik masyarakat Indonesia. Kebodohan, kemalasan dan kemiskinan menjadi 3 hal yang mewarnai semua aspek kehidupan tersebut. Upaya pemutusan “lingkaran setan” ini tentunya diperlukan langkah sistematis dan komprehensif agar semua aspek menjalankan fungsinya dengan baik.

Dalam menciptakan hal tersebut seluruh pihak dalam sistem konstelasi dirasa perlu ambil bagian dalam restrukturasi masyarakat melalui penguatan budaya literasi. Di era digital ini, kemudahan dalam akses literasi semakin terjangkau dengan dukungan teknologi yang semakin canggih. Bahan bacaan apapun bisa didapatkan hanya dengan sebuah aplikasi berbasis android yang kemudian dikenal dengan e-library. Munculnya istilah eLibrary merupakan kolaborasi terkini antara perpustakaan dengan teknologi informasi. Perubahan budaya membaca & menulis dari metode konvensional ke digital sangat mendorong efisiensi dalam upaya mewujudkan kemajuan bangsa. Maka dari itu, menulis dan membaca adalah suatu kegiatan yang sarat akan manfaat. Banyak sekali hal yang bisa didapatkan lewat pemanfaatan e-library, selain mendukung terputusnya “lingkaran setan” kita juga dapat meminimalisir dampak negatif kemajuan teknologi khususnya oleh remaja. Paradoks globalisasi dapat dilihat sebagai kesempatan sekaligus tantangan bagi kita. Dengan semakin majunya teknologi di era digital ini, tingkat kriminalitas pun semakin tinggi, selain itu muncul berbagai macam jenis varian penyimapangan baru, yang biasa disebut cyber crime atau kejahatan dunia maya.

Sebagai langkah yang sistematis, restrukturisasi masyarakat melalui pemanfaatan elibrary tidak dapat terjadi begitu saja. Diperlukan langkah nyata yang sistematis dalam pemutusan siklus “lingkaran setan” tersebut. Kebodohan, kemalasan dan kemiskinan dapat diputus melalui penguatan budaya literasi dalam masyarakat. Dengan membaca, dapat memberantas kebodohan. Jika kebodohan telah diberantas maka tidak akan ada pula kemalasan sehingga masyarakat dapat terbebas dari jerat kemiskinan. Jika masyarakat telah dapat terlepas dari kebodohan, hal ini tentu dapat mempengaruhi aspek kehidupan lainnya sehingga terjadi suatu perubahan dari segala aspek.

 Dapat dilihat bagaimana luar biasanya jika masyarakat benar-benar memiliki minat yang tinggi terhadap literasi. Kemudahan literasi di era digital ini perlu dioptimalkan dengan baik agar terciptalah habitus membaca dalam masyarakat. Habitus atau kebiasaan yang telah mendarah daging bukanlah hal yang mustahil tercipta pada budaya literasi masyarakat Indonesia. Dari konsep ini dapat direduksi menjadi solusi pemecahan masalah yang terjadi di Jakarta. Dengan habitus membaca diharapkan terjadinya perubahan mental masyarakat dalam menghadapi kehidupan sosialnya. Membaca dan menulis sebagai suatu kebiasaan yang tertanam pada diri setiap individu dapat meningkatkan intelektualitas masyarakat agar lebih berorientasi pada kemampuan berfikir yang baik.

Tingginya kualitas suatu bangsa sama seperti tingginya minat baca penduduk di negara tersebut. Semakin tinggi minat bacanya, semakin tinggi pula kualitasnya. Namun pada realitasnya, merujuk pada hasil survei United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang masih ‘mau’ membaca buku secara serius (tinggi). Kondisi ini menempatkan Indonesia pada posisi 124 dari 187 negara dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Terjadi fenomena “Rabun Membaca – Pincang Menulis”. Penelitian Taufiq Ismail pada tahun 1996 menemukan perbandingan tentang budaya baca di kalangan pelajar, rata-rata lulusan SMA di Jerman membaca 32 judul buku, di Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, Jepang 15 buku, Singapura 6 buku, Malaysia 6 buku, Brunei 7 Buku, sedangkan Indonesia 0 buku.

Melihat kondisi ini maka dari itulah sangat diperlukan sikap habitus terhadap budaya literasi di masyarakat, apalagi dalam era globalisasi ini kemudahan akan akses informasi sangat terjangkau. Perlu adanya sosialisasi masyarakat terhadap pentingnya budaya literasi, sehingga Pemanfaatan e-library akan di pergunakan secara optimal. Suatu negara tidak akan maju tanpa ada keinginan masyarakatnya sendiri untuk maju. Dibutuhkan orang-orang yang berintelektualitas tinggi dalam memajukan suatu bangsa, hal inilah yang sebenarnya sangat diperlukan indonesia saat ini. Intelektualitas dapat kita peroleh salah satunya melalui kegiatan literasi, maka dari itulah dibutuhkan peran masyarakat untuk ikut mengadakan perubahan. Jika kita menginginkan suatu perubahan, maka jadilah perubahan tersebut. Mengutip perkataan dari Mohammad Hatta “Aku rela dipenjara dengan buku, karena dengan buku aku bebas.” Mari membaca untuk menjadikan Indonesia negara yang memiliki intelektualitas dan berintegritas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Berparadigma Ganda

Rahayu Wilujeng Pendidikan Sosiologi A/ 2013 Paradigma dalam Sosiologi Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradigma diartikan sebagai model atau kerangka berpikir dalam ilmu pengetahuan [1] . Paradigma ini ditentukan dari dua aspek pendukung yakni perspektif intelektual dan perspektif sosial, kedua aspek inilah yang akhirnya membentuk kerangka atau model teoritis dalam kajian ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya selalu memiliki paradigma atau pandangan, namun paradigma tidak diartikan sebagai suatu teori ilmiah atau inti dari pokok pembahasan melainkan pandangan yang berisikan tentang teori-teori ilmiah tersebut. Paradigma bisa didefinisikan oleh suatu pencapaian ilmiah sebagai contoh atau sampel dimana sejumlah kesulitan ilmiah diatur dan dipecahkan dengan menggunakan pelbagai teknik konseptual dan empiris [2] . Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam satu cabang ilmu pengetahuan nampaknya dimungkinkan adanya beberapa paradigma. Paradigma in

Analisis kasus pembunuhan Angeline melalui teori Kontrol Sosial

1. Kasus Kejahatan : Pembunuhan  berencana Derita Terpendam di Balik 'Diam' Angeline [1] Oleh  Dyah Puspita Wisnuwardani on 22 Jun 2015 at 20:17 WIB Liputan6.com, Denpasar - Isak tangis dan emosi pecah dari para guru SDN 12 Kesiman, Sanur, Denpasar, Bali, ketika kantong berwarna oranye dikeluarkan oleh polisi dari sebuah rumah di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Denpasar, Rabu 10 Juni 2015.  "Angeline...Angeline," panggil seorang guru wanita dan anak-anak dari sekolah itu sembari menangis sesenggukan menatap kantong jenazah yang membelah kerumunan warga. Di dalam kantong itulah tubuh mungil Angeline, bocah berusia delapan tahun yang sebelumnya dikabarkan hilang sejak Sabtu 16 Mei 2015, terbujur kaku. Tubuhnya kemudian diangkut ke dalam mobil ambulans untuk dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, guna keperluan otopsi. "Kami menemukan ada kekerasan pada tubuh korban yang utamanya di daerah wajah dan leher berupa kekerasan tumpul," kat