Analisis
Kondisi Sosial-Politik Indonesia
Oleh
: Rahayu Wilujeng
Dalam Sejarahnya, Indonesia telah
mencatat sebanyak tiga fase pemerintahan yakni Demokrasi terpimpin atau lebih
dikenal dengan era orde lama yaitu sejak kemerdekaan Indonesia dibawah kepemimpinan
Ir. Soekarno, kemudian orde lama yaitu pada masa kepemimpinan Soehato dan Era
Refoemasi, yaitu masa yang dimulai sejak lengsernya Soeharto tahun 1998.
Ketiga fase tersebut telah menorehkan
berbagai macam sejarah baik dan buruk yang membentuk dan membekas di era
reformasi sekarang ini. Pergantian fase itu seyogyanya adalah bertujuan untuk
Indonesia yang lebih baik. Pada era reformasi sekarang ini seluruh sistem
pemerintahan di Orde lama yang tidak sesuai dengan rakyat Indonesia telah
diubah. Seperti KKN yang sengaja dibungkam karena tidak adanya kebebasan HAM,
tidak adanya kebebasan pers dan tidak adanya andil rakyat dalam sistem politik
Indonesia. Namun terlepas dari itu semua, tentunya sebagai negara multikultur
dan masyarakatnya yang sangat dinamis, Indonesia tidak bisa terlepas dari
berbagai permasalahan khususnya dalam dunia perpolitikan.
Pada era reformasi ini, berbagai masalah
pelik pun masih sering terjadi baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi,
lingkungan hidup sampai aspek politik. Sejak pergantian kepemimpinan Indonesia
selalu mempunyai cerita masing-masing, begitu juga dengan struktur kekuasaan
yang dipimpin Jokowi-JK saat ini.
Pemerintahan Jokowi-JK beserta
kabinetnya merupakan pula bagian dari transisi kepada pemerintahan sebelumnya.
Apabila dicermati, struktur pemerintahan Jokowi-JK beserta jajarannya pun tidak
lepas dari rezim orde baru yang menggambarkan bahwa Indonesia belum seutuhnya
“Move on” dari duka lama yang seharusnya dikubur dalam-dalam itu.
Adanya pertentangan politik dalam pemilu
2014 kemarin, antara dua kandiat presiden (Prabowo-Jokowi) pun masih berlanjut
sampai masa kepemimpinan Jokowi sekarang ini. Adanya pengkubuan antara koalisis
Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pada struktur birokrasi
Indonesia kini pun menggambarkan konflik yang sedemikian hebat dan membahayakan
sistem demokrasi di Indonesia. Konflik itu pun semakin nampak dengan banyaknya
intervensi dari kebijakan yang dicanangkan oleh presiden sebagai otoritas
terkuat. Selain itu pula berbagai polemik yang ada di Indonesia seperti KPK vs
Kepolisian, Ahok vs DPRD dan lain sebainya menyudutkan Jokowi dan memperlihatkan
bahwa presiden Indonesia itu tidak dapat bertindak tegas karena pergerakannya
yang terlihat sangat dibatasi.
Kesembrautan konflik ini, tentunya
berasal dari Praktik-praktik korupsi yang menggurita sehingga dilindungi oleh
berbagai pihak didalamnya. Sebagai
seorang presiden Jokowi lamban dalam memberikan keputusannya seakan disetir
oleh berbagai pihak. Selama tiga tahun pemerintahannya pun kebijakan yang
diambil oleh Jokowi tidak pro-rakyat, ini tercermin dari kebijakannya menaikkan
harga bbm dengan alibi sistem fluktuatifnya, yang berdampak pula pada naiknya
harga kebutuhan pokok, anggaran mobil pejabat pemerintah dinaikkan dikala dolar
kian melambung dan perpanjangan masa kontrak PT.Freeport yang jelas-jelas
merugikan bangsa ini.
Kurangnya kesadaran dan optimalisasi
para pejabat pemerintah dalam mengelola perkonomian di Indonesia menambah
polemik yang ada di Indonesia. Selain itu pula pemangku jabatan Pemerintahan
Indonesia lekat dengan “mental korup” atau dalam arti lain lebih mementingkan
kepentingan pribadi atau golongan ketimbang nasib rakyatnya. Korupsi sudah
merambah kemana-mana, baik dalam lingkup mikro maupun makro di Indonesia yang
telah menggerogoti setiap sendi kehidupan bangsa dan memperlambat tercapainya
tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Sistem demokrasi yang diadopsi di Indonesia
sejak zaman orde lama benar-benrar tengah dalam bahaya. Sistem yang
mengagungkan prinsip kebersamaan dan kekeluargaan, kini sama sekali tidak
terlihat jasadnya. Konflik yang terjadi dalam dunia perpolitikan kini sekan
mendukung pernyataan tersebut. Struktur birokrasi diduduki oleh orang-orang yang
tidak jujur, tidak berkualitas dan tidak bertanggung jawab karena proses
penyeleksiannya pun tidak melalui mekanisme yang benar atau biasa disebut
politik uang (money politic)., bahkan kebenaran semakin sulit ditemukan
dinegeri ini. Pemberitaan media massa sebagi satu-satunya sumber informasi yang
diperoleh masyarakat pun dapat disetir oleh berbagai kepentingan yang
menyebabkan ketidakpercayaan publik pada dunia perpolitikan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar