Langsung ke konten utama

Distribusi Kekuasaan Elite Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat

Distribusi Kekuasaan Elite Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat
(Studi Kasus: Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah)

Oleh :
Rahayu Wilujeng

Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Email: 


Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta


Abstrak
Analisis ini ingin menjelaskan bagaimana distribusi kekuasaan elite desa yang terbagi menjadi elite formal dan elite informal. Kekuasaan tersebut merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Unsur di luar lembaga pemerintahan yang dapat mempengaruhi, menyalurkan, menterjemahkan, dan mengkonversikan tuntutan dan dukungan untuk dirumuskan kedalam keputusan politik. Untuk itu argumen utama tulisan ini menggunakan kerangka konsep elite desa yang menekankan pada distribusi kekuasaan dalam peranan pemberdayaan terhadap masyarakat. Pada bagian awal tulisan ini menjelaskan bagaimana gambaran umum elite formal dan elite informal di Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-tengah. Argumen tulisan akan diakhiri dengan penjelasan bagaimana perbandingan elite formal dan elite informal desa dalam peran pemberdayaan masyarakat desa. Artikel ini berangkat dari hasil riset kualitatif dengan menggunakan teknik observasi dan in-depth interview.Data dikumpulkan melalui studi dokumen dan dianalisis dengan analisis data kualitatif yang diperkaya dengan studi literatur yang ekstensif.

Abstract
This analysis would like to explain how the distribution of power elite elite village is divided into formal and informal elite. The power is the ability of a person or group of people to influence the behavior of others or other groups such a way that it becomes a behavior in accordance with the wishes and goals of the people who have that power. Elements outside government that can affect, distribute, translate and convert demands and support to be formulated into a political decision. The main argument for this paper uses the concept of the village elite framework that emphasizes the role of the distribution of power in the empowerment of the community. In the early part of this paper explains how the elite general overview of formal and informal elite in the village Kemutug Lor, Baturraden, Java-center. Arguments article will conclude with an explanation of how the comparison elite formal and informal elite villages in the role of community empowerment. This article departs from the results of qualitative research using observation techniques and in-depth interview. Data were collected through the study of documents and analyzed using qualitative data analysis is enriched with an extensive literature study.
Kata Kunci:The distribution of power, the village elite, Empowerment

PENDAHULUAN
Peran pemerintah bukan hanya memberikan pelayanan yang lebih baik tetapi juga dapat memberdayakan masyarakat. Dimana masyarakat yang lebih mengetahui apa yang mereka butuhkan, sehingga masyarakat akan ikut terlibat dalam pembangunan untuk kemajuan daerahnya. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah menerbitkan Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada pasal1 bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untukmengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsasendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Susanti, 2015: 899).
Pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak 2001 mengandung konsekuensi yang cukup “menantang” bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah. Namun demikian, di sisi yang lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang sangat mendasar adalah perubahan pola pengelolaan daerah dari sentralistik menjadi desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai pembangunan, sumber daya manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas pembangunan, dan masih banyak yang lain.
Pembangunan nasional dan daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembangunan desa. Desa merupakan basis kekuatan sosial ekonomi dan politik yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Perencanaan pembangunan selama ini menjadikan masyarakat desa sebagai objek pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan.
Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentu oleh adanya suatu kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja sehingga kinerja dapat meningkat. Kinerja elite desa sebagai aparatur desa khususnya yang ada di Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi juga faktor pengalaman akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan desanya. Baik elite formal maupun elite informal yang sudah lama bekerja dibidangnya akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja, dan dengan pengalaman tersebut mereka akan mudah dalam melaksanakan tugas kesehariannya sebagai elite desa.
Peran elite mempunyai kebijaksanaan umum. Kebijaksanaan umum yang dimaksud disini adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Peran elite ini juga terdapat pembagian (distribution) dan alokasi (allocation) disini adalah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat (Budiardjo, 2005:12).
Peran elite desa dalam pemberdayaan masyarakat menjadi menarik untuk dikaji. Karena itu, artikel ini bermaksud menganalisis peranan elite desa dalam memberdayakan masyarakat. Kemudian artikel ini mencoba mengetahui faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-tengah.
Untuk mengkaji distribusi kekuasaan elite desa dalam peran pemberdayaan masyarakat terdapat beberapa tulisan yang dapat digunakan untuk pijakan. Pertama, tulisan Haryono (2009), yang membahas tentang peran kepala desa dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa (Studi Kasus Peningkatan Bidang Sosial dan Ekonomi Di Desa Dawuhan Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegara Tahun 2007- 2008).Kedua, tulisan Lambote (2015), yang membahas tentang peranan pemerintah daerah dalam mengembangkan objek wisata pulau maharo Kab. Sitaro. Ketiga, tulisan Akbar (2005), yang membahas tentang analisis peran badan pemberdayaan masyarakat desa di Kabupaten Bulukumba. Keempat, tulisan Purba (2008), yang membahas tentang pemberdayaan masyarakat desa di Kecamatan Panombeian panei Kabupaten Simalungun (Studi tentang program Bantuan Pembangunan Nagori/Kelurahan BPN/K).

METODE PENELITIAN
            Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Pada metode kualitatif yang tim peneliti gunakan adalah berkaitan dengan pendekatan deskriptif dan menggunakan teknik wawancara kepada beberapa informan yag menjadi subjek penelitian tim peneliti. Analisis data yang didapatkan dari sumber-sumber terpercaya dan mengedepankan prinsip fleksibilitas dalam penelitian ini berguna bagi tim peneliti untuk menjawab berbagai permasalahan penelitian melalui informasi-informasi subjektif dari informan. Kemudian, melalui informasi-informasi subjektif informan tersebut, peneliti merepresetasikan kembali dengan penafsiran dari hasil observasi (pengamatan) sehingga validitas data dapat diperoleh dari tahapan tersebut. Menurut Usman dan Akbar (dalam Usman dan Akbar. 2011:78), metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam sistuasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Melalui pendekatan kualitatif ini, penulis mencoba menggali informasi dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dalam penelitian lapangan di Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah Provinsi Banten, tim peneliti mewawancarai subjek penelitian menggunakan transkrip wawancara dan pengambilan data tertulis mengenai struktur elite desa. Dimana dalam transkrip tersebut ini terdapat bentuk pertanyaan yang sifatnya terbuka. Sifat pertanyaan yang terbuka dalam daftar pertanyaan memberikan beberapa alasan yang lebih jelas dari jawaban para informan. Selain itu jawaban dari informan memberikan banyak informasi yang lebih dalam. Sehingga hal ini memudahkan tim peneliti dalam mendapatkan informasi yang lebih jelas.
Penelitian lapangan ini memeiliki subjek penelitian, yaitu subjek penelitian ini diantaranya beberapa informan yang sesuai dengan topik kajian Elite Desa. Subjek penelitian diantaranya adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa, Guru, Kyai, Tokoh masyarakat, pemuda dan pengusaha. Waktu penelitian lapangan dilaksanakan pada tanggal 24-29 Januari 2016. Penelitian lapangan ini dilakukan dan disepakati oleh dosen pembimbing dan mahasiswa/i jurusan Sosiologi Program Studi Pendidikan Sosiologi 2013.

PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah
Desa Kemutug Lor merupakan salah satu Desa dari 12 (dua belas) Desa yang ada di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas, terletak persis di lereng Gunung Slamet pada ketinggian 650 m DPL. Dari jumlah Desa sebanyak 331 di Kabupaten Banyumas, Desa Kemutug Lor merupakan Desa yang memiliki berbagai Potensi untuk dapat dikembangkan, baik dari sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia guna mendukung pengembangan ekonomi masyarakat. Desa Kemutug Lor juga sebagai Desa Penyangga Wisata Baturraden. Kondisi alam wisata serta keberadaan hutan di lereng gunung slamet adalah merupakan area konservasi yang sangat perlu dijaga di wilayah Baturraden dan Kabupaten Banyumas pada umumnya. Desa Kemutug Lor ditetapkan oleh Kabupaten Banyumas dengan pola maksimal yang disesuaikan dengan luasan wilayah, jumlah penduduk dan lain sebagainya.
Secara Demografis, Desa Kemutug Lor berbatasan dengan:
Sebelah Utara              : Hutan Gunung Slamet
Sebelah Barat              : Desa Karangmangu
Sebelah Timur             : Desa Karangsalam
Sebelah Selatan           : Desa Kemutug Kidul.
Desa Kemutug Lor memiliki jumlah penduduk yang terbilang tidak sedikit. Jumlah penduduk di Desa ini ialah 4.592 orang, diantaranya perempuan berjumlah 2.268 dan laki-laki berjumlah 2.324 orang. Dari masing-masing penduduk sangat diperlukan memiliki identitas diri baik berupa KTP (artu Tanda Penduduk) maupun KK (Kartu Keluarga). Penduduk Desa Kemutug Lor yang memiliki KTP berkisar 3.482 Orang. Sedangkan yang memiliki KK berkisar 1.524 Orang. Tak hanya identitas diri yang perlu dimiliki penduduk desa, tetapi mata pncaharian atau pekerjaan pun perlu dimiliki untuk menyambung hidup. Penduduk yang berdomisili di Desa Kemutug Lor ini memiliki mata pencaharian yang berbeda, mata pencaharian yang ada di Desa ini pun memang beragam. Mata pencaharian penduduk Desa Kemutug Lor  seperti, PNS (Pegawai Negri Sipil) berjumlah 200 orang, Swasta berjumlah 15 orang, Wiraswasta berjumlah 207 orang, Petani berjumlah 141 orang. Dengan keberagamannya tersebut mayoritas penduduk Desa Kemutug Lor bermata pencaharian sebagai buruh, yang berjumlah 2.093 orang. Meski memiliki penduduk yang mayoritas memiliki pekerjaan, tentunya tiap desa tak luput dari penduduk yang berstatus tidak memiliki pekerjaan, belum bekerja atau lebih dikenal dengan pengangguran. Dan Desa Kemutug Lor ini memiliki pengangguran yang berjumlah 205 orang.
Pedesaan identik dengan sawah, hutan, ataupun tegalan. Desa Kemutug Lor merupakan desa yang masih asri dan sejuk. Kesejukan yang terasa di Desa ini, karena masih terdapat sawah yang luasnya 76 Ha, Hutan  yang luasnya 750 Ha, dan tegalan 5 Ha. Bila berkunjung ke Desa ini, akan disambut oleh persawahan yang hijau asri. Meski masih adanya kekayaan alam yang terjaga, Desa Kemutug Lor telah dibangun rumah warga serta pusat pemerinahan. Rumah warga perorangan dengan luas 367,86 Ha, serta pemerintahan desa dan pemerintahan daerah yang luasnya 50 Ha dan 3 Ha.
Masyarakat Desa Kemutug Lor, mayoritas bertempat tinggal milik sendiri. Meski berststus milik sendiri, keadaan ekonomi masyarakat didesa ini pun beragam. Berdasarkan data monografi mengenai data tingkat kemiskinan, warga desa yang dikatakan mampu berkisar 511 orang, rentan miskin 338 orang, hamper miskin 281 orang, miskin 225 orang. , dan sangat miskin 169 orang. Meski  memiliki tingkat kemiskinan dan perlu dikendalikan, Desa Kemutug Lor tetp menjadi argo wisata para pariwisata.
Desa kemutug Lor yang bertepatan di bawah kaki gunung slamet, seperti yang kita ketahui bahwa desa ini merupakan salah satu desa yang berkabupaten di Baturaden. Dan masyarakat luas pun mengetahui bahwa Baturaden merupakan salah satu destinasi wisata di Banyumas, Jawa Tengah. Maka, tak jarang pula wisatawan yang  memesan homestay di salah satu desa, contohnya Desa Kemutug Lor. Memang tak banyak homestay yang disediakan di Desa ini. Akan tetapi, tak menutup kemungkinan desa yang memiliki potensi wisata yang cukup besar banyak mempengaruhi Migran masuk maupun keluar di Desa Kemutug Lor. Migran masuk berkisar 24 orang, diantaranya laki-laki berjumlah 15 orang dan perempuan 9 orang. Serta migrant keluar berkisar 29 orang, diantaranya laki-laki 15 orang dan perempuan 14 orang.
Bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk di Desa Kemutug Lor, Baturaden, Jawa Tengah tidak hanya dipengaruhi oleh keluar masuknya Migran.tetapi dapat dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian. Persentase tingkat kelahiran warga Desa Kemutug Lor khususnya perempuan ialah 4%, sedangkan laki-laki memiliki persentase 3%. Kematian membuat jumlah penduduk berkurang. Tingkat kematian di desa wisata ini laki-laki dan perempuan dengan peresentase 2%.
Fasilitas serta sarana dan prasarana sudah dapat dikatakan cukup memadai. Dalam bidang kesehatan Di Desa Kemutug Lor terdapat dua bidan, yang membuka paktek di kediamannnya. Selain itu terdapat satu polindes atau PKD, posyandu yang jumlahnya cukup banyak yang berjumlah 10. Meskipun tidak memiliki puskesmas, desa ini memiliki satu puskesmas pembantu. Dokter memang belum ada di desa ini, tetapi terdapat paramedic yang berjumlah satu. Desa ini pun masih memiliki satu orang dukun bayi. Dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah belum bisa dikatakan lengkap. Sebab, di desa Kemutug Lor hanya terdapat Taman Kanak-kanak yang berjumlah 4 dan Sekolah Dasar yang berjumlah 2. Jenjang pendidikan diatasnya seperti SMP/MTS,SMA/SMK berada di desa lain.
Sekolah yang jumlahnya sedikit pun memiliki tenaga pendidik yang tidak terlalu banyak pula. Tenaga pendidik di Taman Kank-Kanak hanya berjumlah 15 orang. Lalu pendidik di Sekolah Dasar berjumlah 9 orang. Meski belum memiliki bangunan untuk SMP/MTS,SMA/SMK, warga di Desa Kemutug Lor ada yang menjadi guru SMP, dan SMA dengan masing-masing berjumlah 2 dan 3 orang.
Bidang perdagangan desa ini tidak kalah dengan pusat kota, sebab disini sudah terdapat toko yang berjumlah 5, warung kios berjumlah 25, dan warung makan berjumlah 5.selain bidang perdagangan, desa kemutug lor dengan jalan yang sudah cukup mudah di akses memiliki beberapa transportasi diantaranya,  jalan kabupaten berjumlah 6/km, jalan desa 4,5/km, jalan usaha tani 3/km, jalan lingkungan 2/km.
Warga desa Kemutug Lor, mayoritas beragama islam. Namun, ada pula yang non muslim. Seperti agama budha, Kristen, maupun penganut kepercayaan. Pemerintah setempat beserta warganya memiliki rasa tolerasi dalam beragama.jumlah dari penduduk muslim ialah 4.983 orang, protestan 89 orang, katholik 10 orang, budha 1 orang, dan penganut kepercayaan 1 orang. Pemerintah desa dan masyarakat berbondong-bondong dalam membangun tempat beribadah. Desa Kemutug Lor memiliki masjid yang berjumlah 7, mushollah 5, gereja 1, dan GBI/keluarga 1.
 Desa kemutug lor memiliki penduduk yang rata-rata sudah memasuki usia produktif, namun ada pula yang belum memasuki usia produktif. Usia produktif berkisar 15-64 Tahun dan yang bukan usia produktif dibawah 15 Tahun dan diatas 64 Tahun. Penduduk Desa Kemutug Lor bedasarkan usia dapat kita ketahui, usia produktif 15-64 berjumlah 3.854 orang dan usia belum produktif  dan sudah tidak produktif  berjumlah 1.229 orang.

Struktur Elite Formal Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa Tengah
Adapun struktur organisasi Desa Kemutug Lor Kecamatan Baturraden adalah sebagai berikut 1)Kepala Desa, 2)Sekretaris Desa ,3) Kasi Pemerintahan dan Pembangunan, Kasi Kesra, 4) Kaur Umum, Kaur Keuangan5) Kadus I, Kadus II, dan Kadus III.
Berikut ini akan diuraikan bentuk dan susunan pemerintahan Desa berdasarkan struktur organisasi:
Kepala dusun atau kepala desa, selain kadang berperan sebagai hakim juga berperan sebagai mediator. Peran sebagai hakim biasanya muncul pada sengketa-sengketa yang mengandung kasus pidana, sedangkan dalam hal penyelesaian sengketa perdata, kepala dusun berperan sebagai mediator (Saputro,dkk. 2007:130).
Kepala desa ditugaskan agar mampu mendorong aparatur dibawahnya untuk bekerja dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal demi kepentingan  bersama. Sekertaris Desa adalah staf yang membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas berupa hak, kewajiban dan wewenang. Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan sekretaris desa Kemutug Lor. (Paripurno, wawancara, 25 Januari 2016) Dalam wawancara dengan penulis, Paripurno (25 Januari 2016) mengatakan, tugas utama saya sendiri ya membantu kepala desa dalam tugas-tugasnya, misalnya aja dalam urusan menjalankan program-program pembinaan masyarakat.
Sekertariat Desa di Desa Kemutug Lor memiliki bagian-bagian yang membantu terlaksananya tugas. Yaitu oleh Kepala Urusan Umum yang membidangi selain urusan perencanaan pembangunan maupun juga urusan keuangan. Kepala Desa dan Sekertaris Desa juga membawahi Kepala Seksi I,Kepala Seksi II, Kepala Seksi III.
Gambaran Umum Elite Informal Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah
Elite informal adalah mereka yang mempunyai pengaruh yang diakui sebagai pemimpin oleh sebuah kelompok tertentu maupun oleh masyarakat desa seluruhnya meskipun tidak menduduki posisi resmi dalam pemerintahan desa. Mereka diantaranya kyai, guru, bidan, pengusaha, itu elite informal kami dapatkan di Desa Kemutug Lor.
1.1 Peranan Elite Informal dalam Memberdayakan Masyarakat
1)      Kyai
Berdasarkan hasil wawancara yang kami temukan dilapangan mengenai bidang keagamaan, yaitu salah satunya Kyai. Bahwa Kyai merupakan sebutan yang diberikan masyarakat terhadap seseorang yang menguasai dan mempraktekkan ajaran agama Islam secara ketat. Kyai yang dimaksud bernama KH. Abil Abbas. Kyai sebagai tokoh informal juga mempunyai peran yang sangat besar. Peran utama kyai adalah sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam memberikan fatwa agama tentang masalah keyakinan dan praktik keislaman masyarakat. KH.Abil Abbas ini adalah seorang tokoh agama atau Kyai di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturaden, Banyumas – Jawa Tengah. Ia kelahiran tahun 1966. Ia juga mendirikan lembaga pendidikan formal bidan keagamaan. Segi perannya sebagai Kyai begitu jelas, yang paling utama adalah pembangunan masalah mental akhlak. Ia bisa membangun sebuah mental akhlak masyarakat melalui lembaga pendidikan formal yang ia bangun, serta kegiatan-kegiatan ritual berupa pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Otoritas ini diperkuat dengan adanya hubungan masyarakat dengan kyai. Di Desa Kemutug, kyai mempunyai hubungan kuat dengan organisasi sosial keagamaan NU. Selain itu, hubungan antarkayai yang biasanya tergabung dalam organisasi NU, para kyai dalam usaha menambah klaim kekuasaan dan wewenangnya adalah jamaah Islam. Semakin besar jumlah jamaah yang berada di belakangnya, maka semakin berpengaruhlah kyai tersebut. Menurut hasil wawancara didapatkan informasi bahwa Elite agama di Desa Kemutug Lor ini bergerak dalam bidang rohaniah seperti yang dijelaskan oleh KH. Abil Abbas salah satu elite agama di Desa Kemutug Lor.
(Abbas, wawancara, 26 Januari 2016) Dalam wawancara dengan penulis, Abbas (26 Januari 2016) mengatakan di desa ini, dalam bidang agama seperti pengajian yang rutin tiap hari minggu dan senin ini, sudah cukup membangun mental akhlak masyarakat ya. Karena sebenernya menurut saya Pemberdayaan di bidang agama seperti ini yang paling kuat dari pada kegiatan-kegiatan lain.

2)        Guru
Berdasarkan hasil wawancara yang kami temukan dilapangan dalam bidang pendidikan adalah guru salah satunya. Guru yang dimaksud bernama Wurina Nulan Setya. Ibu guru Wurina adalah salah satu guru kelas lima di SDN 02 Kemutug Lor, Kecamatan Baturaden. Ia mengajar sebagai pendidik di SDN 02 Kemutug Lor ini sudah 3 tahun. Ia terbilang guru muda. Dimana guru ini sebagai elite informal yang memiliki peran penting dalam pemberdayaan masyarakat terutama dalam bidang pendidikan. Dan bu Wurina ini sebagai guru dalam elit informal, ia sangat berperan dalam dunia pendidikan. Selain itu, ia memiliki tanggung jawab dilembaga pendidikan yang sedang ia kerjakan saat ini. Ia juga memiliki tanggung jawab diluar, yaitu membantu mata pelajaran lain ketika kekurangan tenaga pendidik, serta menyediakan les private untuk murid yang membutuhkan baik muridnya sendiri maupun diluar SDN 02 Kemutug Lor tersebut. Dan pendidikan pula yang merupakan salah satu strategi dari pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa. Menurut hasil wawancara didapatkan informasi bahwa Elite pendidikan di Desa Kemutug Lor ini bergerak sangat baik.
(Setya, wawancara, 27 Januari 2016) Dalam wawancara dengan penulis, Setya (26 Januari 2016) mengatakan menurut saya, pendidikan lah yang paling berperan di masyarakat, karena pendidikan ini yang paling utama membangun nilai dan moral individu, demi generasi bangsa di masa depan nanti. Apapun yang kita lakukan, itu untuk kebaikan di masa depan. Begitu pun saya, yang bersedia membuka les private untuk anak-anak diluar sana, baik murid saya sendiri ataupun murid dari luar.
Selain bertugas di sekolah, guru berperan pula dalam mensosialisasikan nilai, norma, dan aturan yang berlaku dalam masyarakat Desa Kemutug Lor.
3)      Bidan
Berdasarkan hasil wawancara yang kami temukan dilapangan dalam bidang kesehatan adalah bidan. Bidan merupakan salah satu elite kesehatan. Bidan yang kami maksud bernama Hanif Sugihandini. Bidan ini memiliki peran penting dalam kesehatan terutama masalah kandungan. Tugasnya dalam pemberdayaan masyarakat yaitu untuk mensosialisasikan program program kesehatan salah satunya adalah program keluarga berencana, kesehatan kandungan dan lain lain yang berkaitan dengan lingkungan. Menurut hasil wawancara didapatkan informasi bahwa Elite Kesehatan di Desa Kemutug Lor ini bergerak cukup baik.
(Sugihandini, wawancara, 26 Januari 2016) Dalam wawancara dengan penulis, Sugihandini (26 Januari 2016) mengatakan ya, program yang telah dilakukan seperti sosialisasi terkait kesehatan yang melibatkan puskesmas dan instansi medis lainnya. Program lainnya seperti pelayanan publik dalam bidang kebidanan, sosisalisasi. Program tersebut tentunya ditujukan oleh masyarakat setempat.
4)      Pengusaha
Pengusaha merupakan salah satu elite desa Informal untuk memberdayakan masyarakat dalaam bidang perekonomian. Hasil Observasi di lapangan menegaskan bahwa peran Pengusaha dalam pemberdayaan yakni memberikan peluang kerja bagi masyarakat desa Kemutug Lor dan meningkatkan pemberdayaan serta kesejahteraan masyarakat desa.
(Supriyadi, wawancara, 27 Januari 2016) Dalam wawancara dengan penulis, Supriyadi (26 Januari 2016) mengatakan menurut saya, pemberdayaan yang dilakukan, ya tentunya dalam bidang ekonomi, misalnya aja dengan adanya usaha sapi perah ini, jadi ada tenaga kerja yang dipakai. Berarti kan mereka dibantu secara ekonomi, karena pekerja disini umumnya adalah kepala keluarga.

Struktur Interaksi Kelompok Elit Politik Desa
Bentuk Interaksi Sosial
Antar Perorangan
Antar Perorangan dan Kelompok
Antar Kelompok
Kerjasama
Kerjasama antar elite informal seperti pengusaha, ulama, bidan desa dan guru dengan kelompok elite formal seperti pemerintah desa, pengurus lembaga sosial
Kerjasama antar kelompok elite (pemerintah  desa, pengurus lembaga sosial pedesaan), masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dessa.
Akomodasi
Interaksi antara setiap warga desa dalam hal pelayanan dan pembinaan dengan kelompok elit masyarakat dalam menjembatani untuk kepentingan masyarakat.
Toleransi antar kelompok elit dengan masyarakat.
Asimilasi
Antara individu berbeda kelompok dan golongan masyarakat yang mempunyai budaya dan latar belakang dari tingkat berbeda dan hidup berdampingan.
Persaingan
Persaingan antara seorang elit dan seorang pemuka agama dalam merebut hati masyarakat.
Persaingan antara kelompok elit formal dan elit informal untuk memperoleh kedudukan, pengaruh kebijakan dan perhatian dari masyarakat.
Kontravensi
Adanya perbedaan pendapat individu dalam musyawarah pengambilan keputusan untuk pembangunan desa terutama dalam hal kebijakan pemberdayaan masyarakat
Konflik
Antara kelompok elite yang berbeda atau antara kelompok elite dengan masyarakat timbul konflik pendapat
Sumber: Analisis Lapangan Peneliti, 2016

Kelompok elite merupakan kelompok minoritas superior yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki kemampuan mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan mempengaruhi proses pengambilan keputusan-keputusan penting.Elite politik di Desa Kemutug Lor terbagi menjadi dua yaitu elite formal desa dan elite informal desa.Pemerintah sebagai pemimpin formal desa dan tokoh desa sebagai pemimpin informal.Pemerintah disini seperti, Kepala Desa, Sekertaris beserta staff.Sedangkan, elite informal seperti pemuka agama, bidan desa, guru atau pendidik, dan lain sebagainya.
Kelompok elite yang terdapat di Desa perlu adanya interaksi.Baik interaksi antar sesama kelompok elite,kelompok elite desa dengan individu, maupun kelompok elite dengan masyarakat setempat atau yang lebih kita kenal dengan interaksi sosial pada masyarakat desa.Interaksi sosial yang dimaksudkan disini ialah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yangberkaitan dengan orang perorangan, kelompok perkelompok, maupunperorangan terhadap perkelompok ataupun sebaliknya (Setiadi dan Kolip. 2011:63). Atau pengertian yang lebih umum ialah hubungantimbal balik antara individu denganindividu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok (Soekanto. 2010:55).
Interaksi yang terjalin antara elite politik Desa dengan masyarakat tidak semata-mata timbul begitu saja, tetapi proses interaksi yang terjalin antara kelompok elite dengan masyarakat diperlukan dua syarat mutlak. Syarat dari interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Dari kedua syarat tersebut memiliki definisi masing-masing, dimana kontak sosial ialahhubungan sosial antara individu satu dengan individu lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapan, maupun tatap muka sebagai wujud aksi dan reaksi. Sedangkan Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada oranglain yang dilakukan secara langsung maupun dengan alat bantu agar oranglain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu (Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1998:43). Dan elite politik Desa perlu memenuhi syarat tersebut, begitupun sebaliknya dengan masyarakat yang ada di Desa Kemutug Lor. Sebab, apabila tidak ada kontak sosial atau percakapan atau tatap muka langsung elite politik tidak dapat mengenal sedalam apa karakter warga Desa Kemutug Lor. Begitupun dengan Komunikasi, bukan berarti dengan kontak sosial atau bertatapan muka secara langsung suatu interaksi atau hubungan dapat terjalin dengan baik. Tetapi diperlukan komunikasi yang baik pula antar pihak. Karena dengan adanya komunikasi, pesan-pesan yang ingin disampaikan akan tersampaikan dengan baik.
Interaksi yang dimaksudkan disini bukan hanya interaksi sosial yang bersifat menyatukan saja, tetapi terdapat beberapa bentuk-bentuk dari interaksi soial lainnya.Bentuk-bentuk dari interaksi sosial diantaranya, kerjasama (cooperative), akomodasi, asimilasi, persaingan, kontravensi, dan konflik (Soekanto. 2010:67). Dari masing-masing bentuk dari interaksi sosial, dapat dipaparkan interaksi yang terjalin di Desa Kemutug Lor.
Kerjasama (cooperative), Kerjasama terbentuk karena masyarakat menyadari bahwa  mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama sehingga sepakat untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Di Desa Kemutug Lor, Baturaden para elite Desa baik formal maupun informal sebisa mungkin menjalin suatu kerjasama yang baik. Didalam elite informal desa terdapat bidan.Yang dimana bidan di Desa Kemutug Lor beserta puskesmas yang ada di Desa tersebut sesekali mengadakan penyuluhan yang berkaitan dengan bidang kesehatan. Dengan merealisasikan program kerja, bidan desa maupun puskesmas tidak dapat bekerja sendiri tanpa adanya campur tangan elit formal.Sebab, dalam melaksanakan penyuluhan diperlukan ruangan yang cukup memadai dan nyaman untuk tempat diadakannya penyuluhan tersebut.Dan tempat yang paling tepat yaitu di Balai Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa Tengah.Kepala desa selaku elite formal desa tentunya memberikan fasilitas yang layak pakai untuk kebutuhan desa yang dinilai positif. Dengan itu para elit formal desa tidak segan untuk menjalin kerjasama dengan elite informal ( Bidan Desa ), sebab penyuluhan yang direalisasikan pun untuk menambah pengetahuan warga Kemutug Lor, Baturaden, Jawa Tengah. Tidak hanya Bidan desa yang menjalin kerjasama dalam menjalankan program kerjanya.Elite informal lainnya seperti kyai atau pemuka agama pun dalam menjalan program kerja berupa pengajian rutin dengan warga, melibatkan elite formal.Pengajian yang diadakan oleh pemuka agama dengan campur tangan elite formal diadakan tiga kali dalam seminggu. Para pemuka agama merasa bahwa pengajian untuk wara desa sangat diperlukan untuk mempertebal iman dan takwa masyarakat desa.Karena menurutnya masyarakat desa Kemutug Lor ini sudah baik dalam beragama.Akan tetapi perlu perlu ditanam nilai-nilai agama yang lebih dalam. Begitupun dengan elite formal yang memiliki tujuan yang sama, maka alangkah baiknya bila kedua pihak bersinergi dalam mencapai tujuan dari program kerja yang telah dibuatnya.
Kerjasama yang terjalin tidak hanya antar elite formal dan informal saja.Tetapi, tentu adanya kerjasama antara elite desa dengan masyarakat.Tiap elite desa memiliki program kerja sesuai dengan divisi masing-masing elite. Dan program kerja yang dibuat ditujukan untuk masyarakat desa.Berhasil atau tidaknya program kerja, tergantung pada partisipasi dan keikut sertaan masyarakat desa. Salah satu program kerja elite formal desa Kemutug Lor yaitu program PANTES (Program Pelayanan Administratif Terpadu Tingkat Desa), serta program peluncuran buku pintar.  Dimana program buku pintar bersikan tentang tata cara dan persyaratan pelayanan masyarakat serta memiliki database kependudukan yang lengkap sehingga setiap dibutuhkan akan muncul sesuai dengan keperluan masayarakat Desa Kemutug Lor. Dari program tersebut kepala Desa beserta staff dibawahnya tidak dapat merealisasikan tanpa adanya keikutsertaan masyarakat didalamnya.Akan tetapi, masyarakat Desa Kemutug Lor, sangat antusias dengan Program kerja elite formal ini.Kerjasama yang dijalankan cukup baik.Karena dengan antusias masyarakat desa terhadap program kerja yang ada, dapat mendorong realisisasi pemberdayaan masyarakat di Desa Kemutug Lor, Baturaden, Jawa Tengah.
Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompokguna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan (Soekanto. 2010:68). Pelayanan serta pembinaan sebisa mungkin dilaksanakan dengan baik oleh para elite Desa khususnya kepala desa beserta staff dibawahnya.Pelayanan administratif maupun program buku pintar masih dirasakan kurang disentuh oleh masyarakat desa.Tetapi dengan penyesuaian dengan masyarakat desa, dengan sosialisasi yang tak henti mengenai program kerja yang sedang berlangsung pun dapat terima dengan baik.program kerja yang dibuat dan direalisasikan pun berdasarkan apa yang dibutuhkan masyarakat Desa Kemutug Lor. Tidak dipungkiri memang suatu program kerja ada yang tidak sampai di salah satu masyarakat desa, bisa saja karena kurangnya sosialisasi atau sifat apatis masyarakat desa.Tetapi dengan karakteristik masyarakat desa beserta elite desa yang seperti itu, sangat diperlukan sifat toleransi antar keduanya. Dan di Desa Kemutug Lor pun sama halnya seperti itu.
Asimilasi, Proses asimilasi menunjuk pada proses yang ditandai adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara beberapa orang ataukelompok dalam masyarakat serta usaha menyamakan sikap, mental, dantindakan demi tercapainya tujuan bersama. (Asrinaldi. 2012:79). Komunikasi yang terjadi diantara individu dapat menguatkan ikatan emosi mereka sehingga dapat menjadi jaring kekuasaan diantara individu tersebut.
Masyarakat desa Kemutug Lor, mayoritas adalah penduduk asli kabupaten Baturaden, Jawa Tengah.Memang saja, beberapa penduduk Desa hanya berpindah desa saja.Latar kebudayaan mereka seragam.Yang membedakan ialah latarbelakang ekonomi suatu keluarga di Desa Kemutug Lor.Berdasarkan data warga yang dikatakan mampu berkisar 511 orang, rentan miskin 169 orang, miskin 299 orang. Meski adanya perbedaan baik dalam segi ekonomi maupun strata, masyarakat desa Kemutug Lor tetap membaur dan tidak berkelompok.Saling mengenal dan kekeluargaan pun terjalin dengan baik antar masyarakat dan antara kelompok elite dengan masyarakat desa Kemutug Lor, Baturaden, Jawa Tengah.
Persaingan merupakan suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya. Di Desa Kemutug Lor, kelompok elite formal baik formal dan informal tentunya memiliki tujuan untuk memberdayakan masyarakat desa melalui program kerja yang dimilikinya. Kepala Desa beserta staff dibawahnya memiliki banyak program kerja, begitupun pemuka agama yang memiliki peran dan dipandang baik oleh masyarakat desa.Meski berbeda dalam hal struktur organisasi, dimana pemuka agama diluar struktur organisasi desa.Hal tersebut tidak membuat adanya persaingan sengit antar keduanya dalam mengambil hati masyarakat Desa Kemutug Lor.Karena dalam menjalankan program kerja keduanya saling bersinergi untuk membangun akhlak masyarakat desa.
Kedudukan atau kekuasaan memang dibutuhkan dalam struktur desa.Tentu kelompok elite formal memiliki kedudukan teratas, tetapi belum tentu memiliki kedudukan teratas pula bagi masyarakat.Begitupun dengan elite informal yang tidak memiliki struktur organisasi, bukan berarti mereka tidak dapat kedudukan teratas bagi masyarakat desa. Di Desa Kemutug Lor, pogram kerja maupun kebijakan yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan dibutuhkan masyarakat itu yang mendapatkan kedudukan teratas bagi masyarakat Desa Kemutug Lor, Baturaden, Jawa Tengah.
Kontravensi, bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan danpertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidaksenang, baik secara tersembunyi maupun secara terang – terangan (Ibrahim. 2003:22). Adanya perbedaan pendapat antara masyarakat dengan para elite desa  dalam musyawarah pengambilan keputusan tentu tidak jarang terjadi. Individu dalam masyarakat tentu ingin turut andil dalam pengambilan keputusan dalam hal ini ialah kebijakan pemberdayaan masyrakat.Di Desa Kemutug Lor ini, masyarakat desa dibebaskan dalam berbendapat.Musyawarah pun jalur yang digunakan untuk menampung pendapat masyarakat desa. Berbeda pendapat itu hal yang wajar terjadi.Sikap tidak senang pun sesekali terjadi, tetapi bila sudah ditetapkan keputusan bersama sudah tidak dapat diganggu gugat.Para elite desa dengan masyarakat bila terjadi kontravensi pun dapat diredam serta ditutupi atau tidak secara terang-terangan.
Konflik merupakan proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu,akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar,sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut (Narwoko dan Suyanto. 2011:71). Dalam konteks ini konflik dapat terjadi jika adanya ketidaksesuaian peran yang dimainkan dengan peran yang diharapkan oleh individu lain dalam kelompoknya. (Asrinaldi. 2012:114).
Konflik yang tejadi di desa Kemutug Lor, baik konflik antar kelompok elite maupun kelompok elite dengan masyarakat pasti pernah terjadi.Konflik tidak dapat dihilangkan didalam masyarakat, tetapi dapat dikendalikan.Konflik yang tidak jarang terjadi adalah kelompok formal desa dengan masyarakat desa.Dengan pelayanan dan pembinaan yang kebetulan belum terlayani dengan baik, masyarakat desa terkadang sering melakukan komplen yang pada akhirnya menimbulkan perseteruan.Tetapi, perseteruan atau konflik yang ada dapat dikendalikan dengan baik dan tidak berkepanjangan.

Analisis Stratifikasi Politik di Desa Kemutu Lor
Stratifikasi politik muncul karena ketidaksamaan kekuasaan yang dipunyai manusia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: minat pada politik, pengetahuan dan pengalaman politik, kecakapan dan sumberdaya politik, partisipasi politik, kedudukan politik dan kekuasaan politik. Sebenarnya dalam sistem politik terdapat stratifikasi politik yang oleh Robert D. Putnam disusun dalam enam strata (Bagja Waluyo.2009 :51) yaitu:
Strata 1:  Kelompok pembuat keputusan, yaitu orang-orang yang secara langsung terlibat dalam pembuatan kebijakan desa. Pada lapisan ini seluruhnya merupakan orang-orang yang terdapat dalam elite formal desa sebagai pemangku kebijakan. Dalam hal ini, elite formal mensahkan berbagai kebijakan yang telah dirumuskan.
Strata 2: Kaum berpengaruh, yaitu individu-individu yang memiliki pengaruh tidak langsung atau implikasi yang kuat, biasa dimintakan nasehatnya, pendapatnya yang diperhitungkan oleh pembuat kebijakan. Pada lapisan ke dua ini ditempati oleh para elite informal desa, mereka mengarahkan kebijakan-kebijakan desa dengan kepentingan masing-masing.
Strata 3: Aktivis, yaitu    warganegara    yang mengambil bagian aktif dalam kehidupan politik  dan pemerintahan, meliputi anggota partai politik, birokrat tingkat menengah, editor surat kabar dan para penulis.
Stara 4: Publik peminat politik, yaitu orang-orang yang menganggap politik sebagai tontonan yang menarik. Biasanya terdiri dari orang-orang yang attentive public, yang memiliki banyak informasi, membentuk pendapatnya sendiri, memiliki wawasan luas dan  dapat mendiskusikannya dengan baik jalan permainan, walaupun jarang langsung terjun dalam praktik.
Strata 5: Kaum pemilih, adalah warga negara yang biasa dan hanya dapat mempengaruhi kehidupan politik nasional saat diselenggarakan pemilu. Kaum pemilih ini terdiri dari masyarakat awam yang ada di desa Kemutug Lor, mereka sekdar berpartisipasi pada setiap kebijakan dan program yang ditetapkan oleh elite desa.
Strata 6: Nonpartisipan, yaitu orang-orang yang hanya menjadi objek politik, bukannya aktor. Secara politik tidak punya kekuatan sama sekali, dan biasanya menghindari kehidupan politik atau menjadi terasing dari kehidupan politik. Didalam desa Kemutug Lor ini sendiri anggota nonpartisipan terhitung jarang, terlihat dari bagaimana informan yang ditemui, memiliki partisipasi yang cukup dalam setiap program yang dijalankan elite desa.









 


                                                                                         Kelompok Pembuat keputusan                                                                                              
                                                                                         Kelompok Berpengaruh
                                                                                        
                                                                                         Kelompok Aktivis
                                                                                        
                                                                                         Kelompok Publik Peminat Politik
                                                                                        
                                                                                         Kaum Pemilih Nonpartisipan
                                                                                        
                                                                                         Nonpartisipan
                                                                                        

Sumber : Analisis Peneliti, 2016

Berikut ini adalah tabel perbandingan antara peran Elite formal dan Elite Informal di Desa Kemutug Lor, Kec.Padarincang, Kab. Serang, Banten :

PERBANDINGAN PERAN ELITE DESA KEMUTUG LOR
Elit Formal
Elit Infomal
Pembangunan struktur sarana dan prasarana
Penunjang budaya dan rohani
Pelatihan keterampilan
Mewadahi dan mengarahkan kebutuhan
Adanya regulasi tertulis dan mengikat (restitutif)
Berpaku pada nilai dan norma yang berlaku
Kebijakan
Pengawasan
Sumber: Analisis Lapangan Peneliti, 2014

Peran Elite formal dan Elite Informal di Desa Kemutug Lor, Kec. Padarincang, Kab. Serang, Banten memiliki beberapa perbandingan.Elit formal meliliki peran dalam pembangunan struktur sarana dan prasana.Salah satu contohnya yaitu pembangunan jembatan, pembangunan jalan raya, pukesmas dan fasilitas umum lainnya yang berada di desa Kemutug Lor. Demi meningkatkan kualitas dan produktifitas warga Kemutug Lor, elit formal di desa Kemutug Lor ini juga memiliki peran untuk menambah keterampilan warga desa Kemutug Lor  mengadakan beberapa keterampilan, diantaranya pelatihan menjahit. Tidak hanya itu saja, demi ketertiban dan kenyamanan di Kemutug Lor, para elit formal juga membuat beberapa regulasi tertulis dan mengikat serta mengeluarka kebijakan yang memang telah di sepakati bersama dan harus ditaati oleh warga Desa Kemutug Lor ini.
Sedangakan peran elit informal berbeda dengan peran elit formal. Sebagai manusia yang beragama dan berbudaya, peran elit informal sangatlah penting yaitu sebagai penunjang budaya dan rohani  guna memenuhi kebutuhan rohani warga Kemutug Lor dan melestarikan kebudayaan Desa Kemutug Lor. Jika para elit formal yang mengadakan suatu pelatihan, maka peran elit informal ini yang  mewadahi aspirasi warga untuk disampaikan kepada elit formal serta mengarahkan kebutuhan yang memang mereka butuhkan. Tidak hanya elit formal saja yang berperan dalam menciptakan ketertiban dan kenyamanan di Desa Kemutug Lor, para elit informal pun ikut berperan serta dalam menciptakan ketertiban dan kenyamanan di Desa Kemutug Lor yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap perilaku atau tindakan tiap individu atau kelompok warga Kemutug Lor agar tetap berprilaku dan bertindak sesuai dengan aturan nilai dan norma yang berlaku di Desa Kemutug Lor.
Dari perbandingan diatas dapat dilihat masing-masing perannya terhadap pemberdayaan masyarakat Desa Kemutug Lor.Program Desa Produktif merupakan salah satu program yang dirancang untuk mendorong kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa melalui perluasan lapangan kerja dan berusaha. Artinya bagaimana suatu program yang mampu memadukan anatar unsur internal socio-dynamic  dengan program pembangunan sektoral yang ada sehingga secara kualtitas dan kualitas dapat terlihat manfaat dan dampaknya. Keberhasilan suatu desa dalam mengembangkan  sumberdayanya akan memiliki arti strategis bagi perbaikan sosial-ekonomi masyarakat dan daerah. Dengan demikian tingkat kesejahteraan dan keberlanjutan dari desa produktif dapat  berjalan seiring dan sesuai dengan  arah pembangunan daerah yang bersifat eksploratif dan bukan eksploitatif.
Namun dari hasil penelitian dilapangan, didapatkan bahwa antara masyarakat dan Para Elite Desa kurang terjalin komunikasi dengan  baik yang berpengaruh kepada kurang pengembangan produktivitas serta pemberdayaan masyarakat Desa Kemutug Lor. Pemberdayaan yang dilakukan oleh Elite Formal Desa  seperti pelatihan dan pembinaan kurang tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Sedangkan kurangnya inisiatif dari Para elite informal menyebabkan pula disfungsi sistem sehingga menyebabkan produktivitas Desa kurang dengan berkembang dengan baik.

Modal Elite dalam Pengembangan Kekuatan Sosial
Bourdieu (dalam Martini. 2012:32) mengatakan bahwa modal bukan hanya dimaknai semata-mata sebagai modal yang berbentuk materi, melainkan modal merupakan sebuah hasil kerja yang terakumulasi (dalam bentuk yang “terbandakan” atau bersifat “menubuh” terjiwai dalam diri seseorang). Apabila materi ini dimiliki seorang individu (orang atau sekelompok orang) secara privat atau bersifat eksklusif, memungkin mereka memiliki energi sosial dalam bentuk kerja yang diretifikasi maupun hidup. Atau, modal juga dapat dimaknai sebagai sekumpulan sumber daya (baik materi maupun nonmateri) yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu, akan menentukan posisi mereka dalam struktur sosial. Bourdieu menyebut istilah modal sosial, modal budaya, modal ekonomi, dan modal simbolik.
  1. Modal Sosial
Bourdieu (dalam Martini. 2012:33) Modal sosial yaitu terdiri dari hubungan yang bernilai antara individu, atau hubungan-hubungan dan jaringan hubungan-hubungan yang merupakan sumberdaya yang berguna dalam menentukan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial. Modal sosial menunjuk pada sekumpulan sumber daya yang aktual atau potensial yang terkait dengan pemilikan jaringan hubungan saling mengenai dan/atau saling mengakui yang memberi anggotanya dukungan modal yang dimiliki bersama. Modal sosial dapat diwujudkan dalam bentuk praktis atau terlembagakan. Keduanya dapat diproduksi dan juga dapat direproduksi melalui proses pertukaran. Modal sosial dalam bentuk praktis didasarkan pada hubungan yang relatif tidak terikat seperti pertemanan, sedangkan dalam bentuk suatu kelompok yang relatif terikat, seperti keluarga suku, sekolah, dan sebagainya. (Alfian, 2002:03). Disinggung pula konteks modal sosial. Pada hakikatnya setiap wilayah politik memiliki modal sosial yang bisa dimanfaatkan dan ditumbukan. Modal sosial, bagaimanapun merupakan modal berharga, sebab dengan demikian sesungguhnya ia mendukung capaian pembangunan ekonomi dan politik.
Sebagaimana dari kekuasaan itu memiliki kualitas pengaruh sosial pada masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian kami, sesuai modal sosial menurut Bourdieu ini adalah adanya hubungan masyarakat dalam kehidupan sosial. Modal sosial disini bisa dilihat dari kualitasnya, ada pengaruh langsung dan tidak lansung (Philipus. 2004:108). Seorang aktor dalam kekuasaan itu dikatakan mempunyai pengaruh langsung jika ia sendiri menentukan keputusan final. Menurut Bourdieu, seorang individu atau aktor adalah dipengaruhi oleh strukturnya, tetapi juga individu tersebut bebas untuk bertindak sesuai dengan keinginannya. Sehingga disini yang menentukan praktek atau tindakan individu adalah ranah dimana ia berada dan habitus masing-masing individu.
Dalam penelitian ini, dari kekuasaan elite formal ini berperan dalam masyarakat sehingga memunculkan pengaruh sosial di masyarakat dengan segala kontribusi dari modal simbolik. Kontribusi disini dapat ditemukan ketika adanya dana untuk pembangunan jamban disekolah-sekolah, dan sebagainya. Dimana hal seperti itu dilihat pula dari kondisi sosial yang ada. Kondisi sosial mengenai pengaruh dari elite ini juga dapat menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemimpin.
  1. Modal Simbolik
Bourdieu (dalam Martini. 2012:33) Modal simbolik yaitu berasal dari kehormatan dan prestise seseorang. Modal simbolik merupakan sebuah bentuk modal yang berasal dari jenis lain, yang disalahkenali bukan sebagai modal yang semena, melainkan dikenali dan diakui sebagai sesuatu yang sah dan natural. Misalnya posisi atau jabatan seseorang.
Simbolik dalam hal ini adalah kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari si pemilik pengaruh (Philipus. 2004:98). Kekuasaan yang dimaksud disini adalah kelompok elite. Kelompok elite yang sangat aktif menerapkan kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki, bahkan kekuasaannya itu diintegrasikan dengan kekuatan elite lain sehingga menciptakan jaringan yang tak tertandingi.
Elite ini termasuk elit politik, berbicara tentang elite politik sebenarnya lebih banyak mengacu pada probabilitas untuk memengaruhi alokasi nilai-nilai secara otoritatif , atau dalam bahasa yang lebih banyak adalah kekuasaan. Sebagaimana kekuasaan itu luas bidangnya, modal simbolik sesuai penelitian kami terdapat pada kekuasaan yang diperankan oleh kelompok elit formal oleh kepala desa dan struktur lainnya. Kepala desa ditugaskan ditugaskan agar mampu mendorong aparatur dibawahnya untuk bekerja dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal demi kepentingan  bersama. Sekertaris Desa adalah staf yang membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas berupa hak, kewajiban dan wewenang. Sekertariat Desa di Desa Kemutug Lor memiliki bagian-bagian yang membantu terlaksananya tugas. Yaitu oleh Kepala Urusan Umum yang membidangi selain urusan perencanaan pembangunan maupun juga urusan keuangan. Kepala Desa dan Sekertaris Desa juga membawahi Kepala Seksi I,Kepala Seksi II, Kepala Seksi III. Seperti yang Bourdieu katakan, bahwa adanya dualitas terhadap hubungan agen dan struktur. Dimana adanya yang berperan dalam masyarakat dari struktur kepemimpinan desa yang berjalan tugasnya dengan jabatan masing-masing. Sebuah kekuasaan memiliki pengaruh yang kuat dalam ruang lingkupnya.
  1. Modal Budaya
Bourdieu (dalam Martini. 2012:33) Modal budaya meliputi berbagai pengetahuan yang sah. Modal budaya merujuk pada serangkaian kemampuan atau keahlian individu, termasuk di dalamnya adalah sikap, cara bertutur kata, berpenampilan, cara bergaul, dan sebagainya. Modal budaya terwujud dalam tiga bentuk: pertama, dalam kondisi “menubuh”, modal budaya dapat berupa disposisi tubuh dan pikiran yang dihargai dalam suatu wilayah tertentu. Modal budaya dalam bentuk ini, diperoleh melalui proses “penubuhan” dan internalisasi yang membutuhkan waktu agar disposisi ini dapat menyatu dalam habitus seseorang. Kedua, dalam kondisi terobjektifikasi, modal budaya terwujud dalam benda-benda budaya, seperti buku, alat musik, hasil karya, atau benda-benda lain. Sebagai sebuah benda, modal budaya ini dapat diwariskan atau dipindahkan ke orang lain (sama halnya dengan modal ekonomi). Ketiga, dalam kondisi yang terlembagakan, modal budaya ini terwujud dalam bentuk yang khas atau unik, yaitu keikutsertaan dan pengakuan dari lembaga pendidikan dalam bentuk gelar-gelar akademis atau ijazah. Cara atau sikap seseorang ketika berhubungan dan memperlakukan orang lain cukup menjadi cermin kedudukan seorang.
Modal budaya memang dimiliki elite formal maupun informal Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah. Tetapi dalam modal elite yang paling berpengaruh dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu kyai yang termasuk dalam salah satu elite informal. Kyai merupakan sebutan yang diberikan terhadap seseorang yang menguasai dan mempraktekkan ajaran agama Islam. Dimana kyai sangat diakui oleh masyarakat, baik dalam sikap, cara bertutur kata, berpenampilan, maupun cara bergaul. Dengan peran kyai yang utama adalah pembangunan masalah mental akhlak masyarakat. Ia bisa membangun mental akhlak masyarakat melalui kegiatan-kegiatan ritual berupa pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak yang dilakukan tiap hari minggu dan senin. Peran yang dilakukan kyai ini termasuk kedalam bentuk modal budaya yang pertama, yaitu modal ini diperoleh melalui proses “penubuhan” dan internalisasi yang dilakukan kyai dan membutuhkan waktu agar dapat diterima dengan masyarakat. Bentuk modal budaya yang kedua, yaitu kyai mendirikan lembaga pendidikan formal. Bentuk modal ketiga, yaitu kyai memiliki hubungan yang kuat dengan masyarakat. Dilihat dalam hal lembaga pendidikan formal yang telah didirikan oleh kyat, mengadakan kegiatan-kegiatan ritual berupa pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Selain itu, kyai mempunyai hubungan kuat dengan organisasi sosial keagamaan NU dan jamaah Islam. Semakin besar jumlah jamaah yang berada di belakangnya.
  1. Modal Ekonomi
Bourdieu (dalam Martini. 2012:33) Modal ekonomi yaitu segala bentuk modal yang dimiliki yang berupa materi, misalnya uang, emas, mobil, tanah, dan lain-lain. Modal ekonomi ini berfokus pada dukungan keuangan yang dimiliki elite formal maupun elite informal Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah. Dukungan keuangan yang dimaksud penelitian ini adalah daya dukung keuangan yang dimiliki elite formal maupun elite informal di Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Timur, dalam membiayai segala aktivitasnya. Adapun elite formal di Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah, antara lain Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kaur Keuangan, Kaur Umum, Kasi Pemerintahan dan Pembangunan, Kasi Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kadus I, Kadus II, dan Kadus III. Elite informal di Desa Kemutug Lor, Baturraden, Jawa-Tengah, antara lain Kyai, Guru, Bidan, dan Pengusaha.
Dalam modal ekonomi yang paling berpengaruh dalam pemberdayaan mayarakat, yaitu pengusaha yang termasuk elite informal desa. Karena pengusaha merupakan salah satu elite desa informal untuk memberdayakan masyarakat dalam bidang perekonomian. Dimana peran pengusaha dalam pemberdayaan yakni memberikan peluang kerja bagi masyarakat Desa Kemutug Lor dan meningkatkan pemberdayaan serta kesejahteraan masyarakat desa.
Secara khusus Bourdieu (dalam Martini. 2012:32-33) mendefinisikan kelas sebagai kumpulan agen atau aktor yang menduduki posisi-posisi serupa dan ditempatkan dalam kondisi serupa serta ditundukan atau diarahkan pada pengondisian yang serupa. Pengusaha yang dikatakan elite informal yang berpengaruh di bidang perekonomian termasuk kedalam kelas dominan. Dimana kelas dominan ini adalah salah satu dari ketiga pembagian kelas menurut Bourdieu. Kelas dominan, ditandai oleh pemilikan modal yang cukup besar. Individu dalam kelas ini mampu mengakumulasi berbagai modal dan secara jelas mampu membedakan dirinya dengan orang lain untuk menunjukkan identitasnya. Pengusaha tidak cukup hanya menunjukkan kepemimpinannya, namun juga memaksakan kepemimpinannya kepada pekerjanya. Ia memaksakan segala pandangannya kepada pekerjanya mengenai yang baik maupun yang buruk, yakni memberikan justifikasi mengenai segala hal.

Kesimpulan
Desa Kemutug Lor merupakan salah satu Desa dari 12 (dua belas) Desa yang ada di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas, terletak persis di lereng Gunung Slamet pada ketinggian 650 m DPL. Dari jumlah Desa sebanyak 331 di Kabupaten Banyumas, Desa Kemutug Lor merupakan Desa yang memiliki berbagai Potensi untuk dapat dikembangkan, baik dari sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia guna mendukung pengembangan ekonomi masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan di desaini, terdapa dua elemen yang berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan politik yaitu elite formal dan elite informal desa. Setiap elemen tersebut memiliki pengaruh karena kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan tersebut merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Elite formal adalah orang-orang yang menduduki jabatan resmi kepemerintahan desa dalam upayanya menjalankan misi politik yang telah dirumuskan dalam program kerja. Sementara elite informal adalah orang-orang unsur di luar lembaga pemerintahan yang dapat mempengaruhi, menyalurkan, menterjemahkan, dan mengkonversikan tuntutan dan dukungan untuk dirumuskan kedalam keputusan politik.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, tiap elite memiliki peranannya masing-masing sesuai dengan koridornya dan tetap menjalankan interaksinya dengan elite berpengaruh lainnya. Distribusi kekuasaan tersebut sangat jelas terlihat dalam beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat, meskipun distribusi kekuasaan tersebut tidak tertulis secara formal. Setiap elite desa dalam upayanya melakukan pemberdayaan masyarakat tentunya memiliki modal dalam memperbesar pengaruhnya terhadap masyarakat, modal tersebut adalam modal sosial, ekonomi, simbolik dan budaya.






DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M. Alfan. “Perubahan Kelembagaan-Koreksi, Kebijakan dan Partisipasi.” Jurnal Universitas Nasional. (2015)
Asrinaldi. Politik Masyarakat Miskin Kota. Yogyakarta. Gava Media, 2012
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005
Direktorat Jenderal Kebudayanan. Budaya Masyarakat Perbatasan. Jakarta, 1998
Ibrahim, Jabal Tarik. Sosiologi Pedesaan. Cetakan. 1, Malang, 2003. Universitas Muhammadiyah Malang
Martono, Nanang. Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada, 2012
Narwoko, J. Swi dan Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Cetakan. 5, Jakarta, 2011. Kencana
Philipus, Ng. Sosiologi dan Politik. Jakarta. PT. Grafindo Persada, 2004
Saputro, Widodo S. Dwi, dkk. Balai Mediasi Desa Perluasan Akses Hukum dan Keadilan untuk Rakyat. Jakarta. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 2007
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi. Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Cetakan. 2, Jakarta, 2011. Kencana
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Cetakan. 43, Jakarta, 2010. PT. Raja Grafindo Persada
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Cetakan. 43, Jakarta, 2010. Rajawali Press
Susanti, Sri. “Peranan Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Sukamaju Kecamatan Tanggarong Seberang” Samarinda.” Jurnal Universitas Mulawarman. 3 (Maret, 2015), Hal. 898-912
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta. Bumi Aksara, 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Berparadigma Ganda

Rahayu Wilujeng Pendidikan Sosiologi A/ 2013 Paradigma dalam Sosiologi Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradigma diartikan sebagai model atau kerangka berpikir dalam ilmu pengetahuan [1] . Paradigma ini ditentukan dari dua aspek pendukung yakni perspektif intelektual dan perspektif sosial, kedua aspek inilah yang akhirnya membentuk kerangka atau model teoritis dalam kajian ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya selalu memiliki paradigma atau pandangan, namun paradigma tidak diartikan sebagai suatu teori ilmiah atau inti dari pokok pembahasan melainkan pandangan yang berisikan tentang teori-teori ilmiah tersebut. Paradigma bisa didefinisikan oleh suatu pencapaian ilmiah sebagai contoh atau sampel dimana sejumlah kesulitan ilmiah diatur dan dipecahkan dengan menggunakan pelbagai teknik konseptual dan empiris [2] . Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam satu cabang ilmu pengetahuan nampaknya dimungkinkan adanya beberapa paradigma. Paradigma in

Analisis kasus pembunuhan Angeline melalui teori Kontrol Sosial

1. Kasus Kejahatan : Pembunuhan  berencana Derita Terpendam di Balik 'Diam' Angeline [1] Oleh  Dyah Puspita Wisnuwardani on 22 Jun 2015 at 20:17 WIB Liputan6.com, Denpasar - Isak tangis dan emosi pecah dari para guru SDN 12 Kesiman, Sanur, Denpasar, Bali, ketika kantong berwarna oranye dikeluarkan oleh polisi dari sebuah rumah di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Denpasar, Rabu 10 Juni 2015.  "Angeline...Angeline," panggil seorang guru wanita dan anak-anak dari sekolah itu sembari menangis sesenggukan menatap kantong jenazah yang membelah kerumunan warga. Di dalam kantong itulah tubuh mungil Angeline, bocah berusia delapan tahun yang sebelumnya dikabarkan hilang sejak Sabtu 16 Mei 2015, terbujur kaku. Tubuhnya kemudian diangkut ke dalam mobil ambulans untuk dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, guna keperluan otopsi. "Kami menemukan ada kekerasan pada tubuh korban yang utamanya di daerah wajah dan leher berupa kekerasan tumpul," kat

Essay kreasi literasi di era digital

Restrukturisasi Masyarakat melalui pemanfaatan e-library Oleh : Rahayu Wilujeng Memasuki dekade kedua abad 21, everything is digital. Digitalisasi merambah ke setiap aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga ke pengelolaan sebuah negara. Begitu juga dengan Indonesia, arus globalisasi menuntut Indonesia untuk berpartisipasi dalam euforia era digital ini. Sebagai negara berkembang, Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mem-boost kemajuan Indonesia lebih dan lebih lagi, terutama dalam dunia pendidikan. Karena sebagai pondasi utama sebuah negara, pendidikan berada dalam posisi yang sangat sentral untuk menentukan masa depan bangsa. Mau dibawa kemana bangsa ini sangat ditentukan oleh bagaimana minat masyarakatnya terhadap baca-tulis. Literasi sebagai jantung pendidikan akan sangat penting dalam mendukung imajinasi dan kreativitas masyarakat. Oleh karena itu, literasi sangat berperan dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Peningk