Langsung ke konten utama

Komunikasi Politik dalam Transportasi Umum Menjelang PILKADA DKI Jakarta 2017 ((Studi Kasus: TV Iklan Kampanye pada Angkutan Umum 46 Rute Senen - Pulogadung)

PROPOSAL PENELITIAN

Komunikasi Politik dalam Transportasi Umum Menjelang PILKADA DKI Jakarta 2017
(Studi Kasus: TV Iklan Kampanye pada Angkutan Umum 46 Rute Senen - Pulogadung)




Disusun Oleh:

·         Rahayu Wilujeng                          4815131270


1.1. Latar Belakang
Berbicara mengenai transportasi umum, tidak selalu soal kemudahan akses transportasi. Lebih dari itu, transportasi umum justru lebih dikenal dan diingat karena ketidaknyamanannya. Bahkan sudah menjadi rahasia umum kalau transportasi umum identik dengan kesemrawutan lalu lintas, sopir transportasi umum yang ugal-ugalan, udara panas yang tanpa AC, dan tempat duduk yang berdesakan, image  terlanjur melekat seperti itu[1]. Kini sejumlah transportasi umum di Jakarta sudah dipasangi televisi. Televisi yang lengkap dengan sound system dan Global Positioning System (GPS). Meski sebagai media promosi, namun televisi ini cukup menghibur. Mulai dari hiburan untuk penumpang sampai sopir transportasi umum mendapatkan tambahan penghasilan dari pemasangan televisi ini.
Beberapa transportasi umum di Jakarta seperti M 46 rute Senen-Pulo Gadung kini ada televisi iklannya. Iklan yang ditayangkan berupa promosi Teman Ahok, tips untuk menaiki transportasi umum, lowongan pekerjaan, dan video klip musik. Dalam hal ini, iklan mempunyai peluang komersial untuk memperoleh keuntungan. Dilihat dari aspek sosial-budaya, iklan dapat membentuk definisi atau citra bagi konsumen yang melihatnya. Sementara dari aspek ekonomis, iklan dapat memberikan keuntungan dari berbagai usaha yang sedang dijalani. Sedangkan dari aspek politik, iklan memberi ruang bagi kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Seperti iklan yang ditayangkan di televisi dalam transportasi umum berupa promosi Teman Ahok.
Promosi Teman Ahok yang diputar di dalam transportasi umum merupakan bentuk komunikasi politik. Sebab, iklan yang ditanyangkan melibatkan pesan-pesan politik. Seperti menyampaikan informasi tentang cara mendukung Ahok agar menjadi Calon Gubernur Independen DKI Jakarta 2017 mendatang. Dalam hal ini, iklan yang diputar dapat mempengaruhi opini penumpang. Ada yang menerima, ada yang menolak, bahkan ada yang mengabaikan pesan-pesan politik yang disampaikan melalui televisi iklan di dalam transportasi umum. Promosi Teman Ahok tersebut diduga dimanfaatkan sebagai kendaraan politik Ahok bagi pertarungan kepentingan elit saat ini.
1.2. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana gambaran komunikasi politik dalam angkutan 46 rute Senen-Pulogadung?
2.      Bagaimana pandangan masyarakat umum akan adanya iklan politik dalam angkutan 46 rute Senen-Pulogadung?
1.3. Tujuan Penelitian
            Tujuan penelitian ini adalah:
1.                          untuk menjelaskan Bagaimana gambaran komunikasi politik dalam angkutan 46 rute Senen-Pulogadung
2.                          Untuk menjelaskan Bagaimana pandangan masyarakat umum akan adanya iklan politik dalam angkutan 46 rute Senen-Pulogadung
1.4. Manfaat Penelitian
            Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa menambah perbendaharaan dan sumbangan pemikiran untuk penelitian selanjutnya yang sejenis. Untuk masyarakat umum penelitian ini dapat membantu untuk melihat komunikasi politik dengan lebih objektif dan cermat.
1.5. Tinjauan Sejenis
Dalam setiap penelitian, tentu memiliki referensi terhadap penelitian terdahulunya. Bagian ini bertujuan sebagai pembanding antara penelitian dengan penelitian sejenis yang sebelumnya sebagai referensi untuk lebih baik kedepannya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa skripsi dan tesis yang memiliki topik sejenis, diantaranya:
No.

Penelitian 1
Penelitian 2
Penelitian 3
1.
Penulis
Didier Neonisa
BINUS University
Jakarta.
RoniTabroni
Universitas Sangga Buana (USB) YPKP Bandung.
Lidya Joyce Sandra
Universitas Kristen Petra Surabaya
2.
Judul
Peran Iklan Layanan Masyarakat dalam Sosialisasi Program Busway oleh Pemprov DKI: Proses Sosialisasi Program Busway.
Etika Komunikasi Politik dalam Ruang Media Massa.
Political Branding Jokowi Selama Masa Kampanye Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012 di Media Sosial Twitter.
3.
Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif deskriptif dengan wawancara dan dokumentasi sebagai metode pengumpulan data.
Metode penelitian kualitatif deskriptif, sehingga dapat mengungkapkan realitas yang sebenarnya.
Metode Penelitian ini merupakan teknik penelitian kualitatif, dan pengumpulan data valid dari teks hingga konteks yang perlu diteliti.
4.
Hasil penelitian
Melalui teori komunikasi massa yang mencakup media massa, televisi dan periklanan, hasil dari penelitian ini diketahui bahwa iklan layanan masyarakat memiliki peran yang besar bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta sebagai sarana sosialisasi program transportasi busway.
Media massa menjadi saluran penting untuk melakukan komunikasi dan sosialisasi politik. Namun dalam prakteknya, media massa mengabaikan aspek etika dalam melakukan proses komunikasi politik, yang pada sisi tertentu, justru melakukan kerjasama dengan pihak media massa yang semestinya menerapkan kode etik jurnalistik.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa political branding Jokowi selama masa kampanye pemilu DKI Jakarta 2012 di media sosial Twitter dibentuk melalui penampilan, personalitas dan pesan-pesan politis dan membangun pendekatan dengan masyarakat.
5.
Persamaan
Ketiga penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dalam penelitiannya. Penelitian sama-sama menganalisis iklan yang dikomunikasikan melalui media massa atau elektronik.
Ketiga penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dalam penelitiannya. Penelitian sama-sama menganalisis iklan yang dikomunikasikan melalui media massa atau elektronik.
Ketiga penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dalam penelitiannya
6.
Perbedaan
Pemerintah DKI Jakarta menggunakan media massa dan media elektronik sebagai alat komunikasi dan sosialisasi program pemerintah kepada masyarakat.
Partai Politik menggunakan media massa dan elektronik sebagai ajang  iklan atau kampanye politik. Sehingga media dianggap melanggar prinsip objetivitas dan keluar dari kode etik jurnalistik.
Dalam hal ini Kampanye yang digunakan melalui media sosial Twitter sehingga pemilihan kosakata setiap tweetnya mengandung ajakan dan pengenalan untuk memilih calon yang diusung.














BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Sosiologi Komunikasi
Soerjono Soekanto menerangkan sosiologi komunikasi merupakan kekhususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh-mempengaruhi antara para individu, individu dengan kelompok, maupun antarkelompok. Lebih lanjut, sosiologi komunikasi secara komprehensif mempelajari tentang interaksi sosial dengan segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut seperti bagaimana interaksi (komunikasi) itu dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek media sebagai akibat dari interaksi tersebut, sampai dengan bagaimana perubahan-perubahan sosial di masyarakat yang didorong oleh efek media berkembang serta konsekuensi sosial macam apa yang ditanggung masyarakat sebagai akibat dari perubahan yang didorong  oleh media massa itu.[2]
 Terdapat banyak definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Ada yang hampir mirip, namun ada juga yang berbeda. Perbedaan-perbedaan yang muncul itu lebih banyak karena fokus perhatian atau titik tolak pembahasannya. Misalnya, ada yang menekankan pada persoalan koordinasi makna, ada yang lebih menekankan information sharing-nya, ada yang menekankan pentingnya adaptasi pikiran antara komunikator dan komunikan, ada yang lebih menfokuskan pada prosesnya, ada yang menganggap lebih penting menunjukkan komponen-komponennya, dan tentu saja masih ada yang lainnya lagi.
Dalam perspektif sosiologi, komunikasi itu mengandung pengertian sebagai suatu proses men-transmit/memindahkan kenyataan-kenyataan, keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, reaksi-reaksi emosional, misalnya marah, sedih, gembira atau mungkin kekaguman atau yang menyangkut kesadaran manusia.[3] Pemindahan tersebut berlangsung antara manusia satu kepada yang lainnya. Jadi, jelas bagi sosiologi komunikasi itu tidak sekadar berisi informasi yang dipindah-pindahkan dari seseorang kepada yang lainnya, melainkan juga meliputi ungkapan-ungkapan perasaan yang pada umumnya dialami oleh umat manusia yang hidup di dalam masyarakat.Lingkungan komunikasi, setidak-tidaknya mempunyai 3 dimensi, yaitu dimensi fisik, dimensi sosial psikologis, dan dimensi temporal. Ketiga dimensi tersebut sering kali bekerja bersama-sama dan saling berinteraksi, dan mempunyai pengaruh terhadap berlangsungnya komunikasi.
            Proses adalah suatu rangkaian aktivitas secara terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan kurun waktu tertentu itu memang relatif. Dia bisa pendek, tetapi bisa juga panjang/lama, hal tersebut sangat tergantung dari konteksnya. Proses komunikasi secara primer adalah komunikasi yang dilakukan secara tatap muka, langsung antara seseorang kepada yang lain untuk menyampaikan pikiran maupun perasaannya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu, misalnya bahasa, kial, isyarat, warna, bunyi, bahkan bisa juga bau. Di antara simbol-simbol yang dipergunakan sebagai media dalam berkomunikasi dengan sesamanya, ternyata bahasa merupakan simbol yang paling memadai karena bahasa adalah simbol representatif dari pikiran maupun perasaan manusia. Bahasa juga merupakan simbol yang produktif, kreatif dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, bahkan mampu mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
            Proses komunikasi secara sekunder adalah komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan alat/sarana sebagai media kedua setelah bahasa. Komunikasi jenis ini dimaksudkan untuk melipatgandakan jumlah penerima informasi sekaligus dapat mengatasi hambatan-hambatan geografis dan waktu. Namun, harap diketahui pula bahwa komunikasi jenis ini hanya efektif untuk menyebarluaskan pesan-pesan yang bersifat informatif, bukan yang persuasif. Pesan-pesan persuasif hanya efektif dilakukan oleh komunikasi primer/tatap muka. Umpan balik komunikasi secara sekunder bersifat tertunda (delayed feedback), jadi komunikator tidak akan segera mengetahui bagaimana reaksi atau respons para komunikan. Oleh karena itu, apabila dibutuhkan pengubahan strategi dalam informasi berikutnya tidak akan secepat komunikasi primer atau tatap muka.

2.2. Komunikasi Massa
Pengertian Komunikasi Massa adalah bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (Media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, terpencar, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Selain itu pesan yang disampaikan cenderung terbuka dan mencapai khalayak dengan serentak. Menurut Charles R. Wright menyatakan komunikasi massa berfungsi untuk kegiatan penyelidikan (surveillance), kegiatan mengkorelasikan, yaitu menghubungkan satu kejadian dengan fakta yang lain dan menarik kesimpulan, selain itu juga berfungsi sebagai sarana hiburan. Definisi Komunikasi massa adalah suatu proses dimana media menyebarkan pesan ke publik secara luas dan pada sisi lain diartikan sebagai bentuk komunikasi yang ditujukan pada sejumblah khalayak yang tersebar, heterogen, anonim, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Ciri- ciri dan karakteristik komunikasi massa meliputi sifat dan unsur yang tercakup didalamnya (Suprapto, 2006 : 13). Adapun karakteristik komunikasi massa adalah[4] :
  1. Sifat komunikan, yaitu komunikasi massa yang ditujukan kepada khalayak yang jumlahnya relatif besar, heterogen, dan anonim. Jumblah besar yang dimaksudkan hanya dalam periode waktu yang singkat saja dan  tidak dapat diukur, beberapa total jumblahnya. Bersifat heterogen berarti khalayak bersifat berasal dari latar belakang dan pendidikan, usia, suku, agama, pekerjaan,. Sehingga faktor yang menyatukan khalayak yang heterogen ini adalah minat dan kepentingan yang sama. Anonim berarti bahwa komunikator tidak mengenal siapa khalayaknya, apa pekerjaannya, berapa usianya, dan lain sebagainya.
  2. Sifat media massa, yaitu serempak dan cepat. Serempak (Simultanety) berarti bahwa keserempakan kontak antara komunikator  dengan komunikan yang demikian besar jumblahnya. Pada saat yang sama, media massa dapat membuat khalayak secara serempak dapat menaruh perhatian kepada pesan yang disampaikan oleh komunikator. Selain itu sifat dari media massa adalah cepat(rapid), yang berarti memungkinkan pesan yang disampaikan pada banyak orang dalam waktu yang cepat.
  3. Sifat pesan, Pesan yang disampaikan melalui media massa adalah bersifat umum (Public). Media massa adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak, bukan untuk kelompok orang tertentu. Karena pesan komunikasi melalui media massa sifatnya umum, maka lingkungannya menjadi universal tentang segala hal, dan dari berbagai tempat di seluruh dunia. Sifat lain dari pesan melalui media massa adalah sejenak (Transient), yaitu hanya untuk sajian seketika saja.
  4. Sifat komunikator, karena meida massa merupakan lembaga organisasi, maka komunikator dalam komunikasi massa, seperti wartawan, utradara, penyiar, pembawa acara, adalah komunikator yang terlembagakan. Media massa merupakan organisasi yang rumit, pesan-pesan yang disampaikan kepada khalayak adalah hasil kerja kolektif, oleh sebap itu, berhasil tidaknya komunikasi massa ditentukan oleh berbagai faktor yang terdapat dalam orginisasi massa.
Sifat atau efek yang ditimbulkan pada komunikan tergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan oleh para komunikator. Apakah tujuannya agar komunikan hanya sekedar tahu saja, atau komunikan berubah siap dan pandangannya, atau komunikan dapat berubah tingkah lakunya, bahkan komunikan hanya mengkonsumsi berita sesuai dengan kebutuhan yang ingin mereka dapatkan dari media, misalnya informasi tentang tempat liburan di akhir pekan, tempat olahraga yang tepat untuk menyegarkan tubuh, serta berbagai informasi kuliner yang dapat memanjakan lidah, atau infomasi pasar tentang perkembangan berbagai harga untuk komoditi atau barang tertentu.

2.2.2. Fungsi Komunikasi Massa
Menurut Cangara, komunikasi tidak hanya diartikan sabagai pertukaran berita atau pesan, tetapi juga sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai pertukaran data, fakta, dan ide (Winardono, 2006 : 57). Komunikasi massa dapat berfungsi untuk :
  1. Informasi, yaitu kegiatan untuk mengumpulkan, menyimpan data, fakta, opini,  pesan, komentar,  sehingga  orang  bisa  mengetahui  keadaan yang
  2. Sosialisasi, yakni menyediakan dan mmengajarkan ilmu pengetahuan bagaimana orang bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang ada, serta bertindak sebagai anggota masyarakat secara efektif.
  3. Motivasi, mendorong orang untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang mereka baca, lihat, dengar, melalui media massa.
  4. Bahan diskusi, yaitu menyediakan informasi untuk mencapai persetujuan dalam hal perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang menyangkut orang banyak.
  5. Pendidikan, yaitu dengan menyajkan informasi yang mengandung nilai edukasi, sehingga membuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara informal.
  6. Memajukan kebudayaan, media massa menyebarluaskan hasil-hasil kebudayaan melalui pertukaran siaran radio, televisi, atau media cetak. pertukaran ini memungkinkan penigkatan daya kreativitas  guna memajukan kebudayaan nasional masing-masing negara,  serta memperkuat kerjasama masing-masing negara.
  7. Hiburan, media massa adalah sarana yang banyak menyita waktu luang semua golongan usia, dengan difungsikannya sebagai alat hiburan dalam rumah tangga. Sifat estetikanya dituangkan dalam bentuk lagu, lirik,  bunyi, gambar, dan bahasa, membawa orang pada situasi menikmati hiburan seperti halnya hiburan lain.
  8. Integrasi, yaitu banyaknya negara-negara didunia dewasa ini diguncang oleh kepentingan-kepentingan tertentu, karena perbedaan etnis dan ras. Komunikasi sepert satelit dapat digunakan untuk menghubungkan perbedn-perbedaan itu dalam memupuk dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

2.3. Komunikasi Politik
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”. Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR. Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik. 
 Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat. Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktek proses komunikasi politik sering mengalami empat distorsi. 
1.      Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966), “bahasa topeng”.
2.      Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.”
3.      Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh media Barat. 
4.      Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang --monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.

2.3.1. Pola-pola Komunikasi Politik
1.      Pola komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
2.      Pola komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
3.      Pola komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
4.      Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi politik
1.      Faktor fisik (alam)
2.      Faktor teknologi
3.      Faktor ekonomis
4.      Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
5.      Faktor politis

2.3.3. Saluran Komunikasi Politik
1.      Komunikasi Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’ Contoh : komunikasi melalui media massa.
2.      Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
3.      Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
4.      Komunikasi Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya.

2.3.4. Komponen-komponen Sistem Komunikasi Politik
1. Lembaga-lembaga politik dalam aspek-aspek komunikasinya
2. Institusi-institusi media dalam aspek-aspek politiknya
3.      Orientasi khalayak terhadap komunikasi politik
4.      Aspek-aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumler)

2.4. Angkutan Umum
Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirimkan barangdari tenmpat asalnya ketempat tujuannya. Prosesnya dapat dilakukan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan (diangkut oleh orang).[5] Angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani , 1990).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dijelaskan angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau teratur dan tidak dalam trayek.
Tujuan utama keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi msyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah dan nyaman. Selain itu, keberadaan angkutan umum penumpang juga membuka lapangan kerja. Ditinjau dengan kacamata perlalu- lintasan, keberadaan angkutan umum penumpang mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini dimungkinkan karena angkutan umum penumpang bersifat angkutan massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Banyaknya penumpang menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin ( Warpani, 1990).
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, ada beberapa kriteria yang berkenaan dengan angkutan umum. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung. Trayek adalah lintasan kendaraan untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal.            

2.4.1. Jenis Angkutan Umum
Berdasarkan Undang- Undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari:
1.      Angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain.
2.      Angkutan kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain.
3.      Angkutan perdesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan atau antar wilayah perdesaan.
4.       Angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas batas negara lain.

2.4.2. Pelayanan Trayek Angkutan Umum
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.687/AJ.206/DRJD/2002 dalam perencanaan jaringan trayek angkutan umum harus diperhatikan faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut:[6]
1. Pola pergerakan penumpang angkutan umum.
Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih effesien. Trayek angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan.
2. Kepadatan penduduk.
Salah satu faktor yang menjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu.
3.Daerah pelayanan.
Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum.
4.Karakteristik jaringan.
Kondisi jaringan jalan akan menetukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada.

2.5. Iklan
Pada hakikatnya iklan adalah pesan atau berita yang bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat luas dan khalayak ramai tentang produk dan atau jasa yang dimiliki oleh perusahaan dan siap untuk dipindahkan hak kepemilikannya melalui proses jual beli.
Sementara itu periklanan adalah serangkaian kegiatan untuk memasarkan produk dan jasa kepada masyarakat tertentu melalui media tertentu dengan sesuatu pesan atau berita.
Menurut Lofton (2004) mengatakan bahwa iklan tidak hanya hangat tetapi juga harus jelas. Untuk itu diperlukan perhatian khusus hari demi hari untuk dapat memberikan sajian iklan yang terkini dan sesuai dengan konteks perhatian masyarakat sesuai dengan sasaran iklan.
[7]
Fungsi iklan dalam pemasaran adalah memperkuat dorongan kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap suatu produk untuk mencapai pemenuhan kepuasannya. Agar iklan berhasil merangsang tindakan pembeli, menurut Djayakusumah (1982:60) setidaknya harus memenuhi kriteria AIDCDA yaitu:
·         Attention : mengandung daya tarik
·         Interest : mengandung perhatian dan minat
·         Desire : memunculkan keinginan untuk mencoba atau memiliki
·         Conviction : menimbulkan keyakinan terhadap produk
·         Decision : menghasilkan kepuasan terhadap produk
·         Action : mengarah tindakan untuk membeli

Berdasarkan konsep AIDCDA, promosi periklanan harus diperlukan pengetahuan yang cukup tentang pola perilaku, kebutuhan, dan segmen pasar. Konsep tersebut diharapkan konsumen dapat melakukan pembelian berkesinambungan. Segala daya upaya iklan dengan gaya bahasa persuasinya berusaha membuat konsumen untuk mengkonsumsi, yang tidak memperdulikan status sosialnya. Cak Nun berpendapat;” iklan adalah anak jadah kebudayaan”, yaitu bagaimana cara mengolah kelemahan produk menjadi kelebihan itulah fungsinya sebagai ujung tombak pemasaran (Blank Magazine.2002: 20).

2.5.1
. Tujuan iklan
Iklan memiliki tujuan antara lain[8] :
1.      Media informasi: Iklan merupakan suatu media informasi produk yang disampaikan
kepada konsumen.
2.      Proses iklan: Penyampaian informasi produk yang diprakarsai produsen untuk
disampaikan melalui iklan ditujukan kepada konsumen sebagai penerima pesan.
3.      Komunikasi persuasif: Gaya bujuk rayunya (persuasi) yang diterapkan pada iklan
mengakibatkan konsumen terbius masuk lingkaran konotasi positif terhadap produk
yang diinformasikan.
4.      Reaksi Konsumen: Informasi yang jelas melalui iklan akan membuahkan reaksi atau tindakan hingga kesadaran untuk mengkonsumsi produk yang diinformasikan.

2.6. Kerangka Teori

2.6.1.  Teori Agenda Setting
Asumsi dasar dari teori agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa maka media itu akan mempengaruhi khalayak yang menganggap penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media maka penting juga bagi masyarakat. Apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Asumsi ini berasal dari asumsi lain bahwa media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat. Mc-combs dan Donald Shaw mengatakan pula bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting yang diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.  
Studi kasus yang di jabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa semua isu-isu yang disebarkan kepada masyarakat harus merupakan isu isu menarik dan kepentingan relative sehingga tujuan daripada teori agenda setting dapat tercapai. Dan Dearing dan Rogers mendefinisikan agenda setiing merupakan persaingan terus menerus di antara berbagai isu penting untuk mendapat perhatian dari para pekerja media .publik dan penguasa. Asumsi agenda setting model ini mempunyai kelebihan karena mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah diantara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang lebih banyak mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media massa, oleh karena itu model agenda setting menekankan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan tersebut. Dengan kata lain, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat (Elvinaro, 2007: 76-77)
Efek dari model agenda setting terdiri atas efek langsung dan efek lanjutan (subsequent effects). Efek langsung berkaitan dengan isu adalah apakah isu itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak dari semua isu, mana yang dianggap paling penting menurut khalayak sedangkan efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang persitiwa tertentu) atau tindakan seperti memilih kontestan pemilu atau aksi protes (Elvinaro, 2007: 77).
Sementara itu, Stephen W. Littlejhon pernah mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam tiga bagian sebagai berikut:
a)      Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda setting media itu terjadi pada waktu pertama kali.
b)       Agenda publik dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya.
c)       Agenda policy mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dinggap penting bagi individu.

Katherine Miller dalam Communication Theories menjelaskan McCombs, Shaw, dan Weaver (1997) membuat perbedaan antara tingkat pertama dan tingkat kedua penetapan agenda. Tingkat pertama penetapan agenda berhubungan dengan obyek di media dan agenda publik. Ini adalah domain tradisional penyusunan agenda penelitian di mana media mempengaruhi apa yang dilihat sebagai isu-isu tersebut tersedia pada agenda publik.
Sebaliknya tingkat kedua penetapan agenda atribut menganggap objek-objek ini. Pada tingkat ini, media tidak hanya menyarankan apa yang publik pikirkan, tetapi juga mempengaruhi harus berpikir tentang masalah ini. Sebagai contoh, pemeriksaan tingkat pertama penetapan agenda mungkin menyimpulkan bahwa kesejahteraan liputan media reformasi telah menetapkan topik sebagai agenda untuk umum.  Tingkat kedua penetapan agenda akan berpendapat bahwa media juga ada masalah ini dalam cara-cara tertentu yang mungkin kesejahteraan reformasi atau anti-reformasi kesejahteraan. Ini pindah ke tingkat kedua penetapan agenda bertentangan klasik agenda setting kutipan Cohen. Yaitu, tingkat kedua menunjukkan bahwa penetapan agenda media memang berpengaruh dalam menceritakan apa yang dipikirkan publik[9].
Gambar 1
Model Agenda Setting
Sumber:  Kriyantono, 2006: 222

2.6.2. Teori Uses and Gratification

Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan sering digunakan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah Uses and Gratifications. Model Uses and Gratifications untuk pertama kali dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz menegaskan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi massa sebagai persuasi. Dia menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian komunikasi sampai waktu itu diarahkan kepada penyelidikan efek kampanye persuasi pada khalayak. Katz mengatakan bahwa penelitiannya diarahkan kepada jawaban terhadap pertanyaan Apa yang dilakukan media untuk khalayak (What do the media do to people?). Model Uses and Gratifications menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak (Effendy, 2003:289).
Model ini digambarkan sebagai a dramatic break with effects tradition of the past (Swanson, 1979), yaitu suatu loncatan dramatis dari model jarum hipodermik. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media terhadap khalayaknya tetapi lebih tertarik pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media. Anggota khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Dari sini timbul istilah Uses and Gratifications, penggunaan dan pemenuhan kebutuhan. Dalam asumsi ini tersirat pengertian bahwa komunikasi massa berguna (utility); bahwa komunikasi media diarahkan oleh motif (intentionality); bahwa perilaku media mencerminkan kepentingan dan preferensi (selectivty); dan bahwa khalayak sebenarnya kepala batu (stubborn). Karena penggunaan media hanyalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan psikologis, efek media dianggap sebagai situasi ketika kebutuhan itu terpenuhi.
Konsep dasar model ini diringkas oleh para pendirinya Katz, Blumer, dan Gurevitch. Dengan model ini yang diteliti ialah: (1) sumber sosial dan psikologis dari (2) kebutuhan, yang melahirkan (3) harapan-harapan dari (4) media massa atau sumber-sumber yang lain, yang menyebabkan (5) perbedaan pola terpaan media (atau keterlibatan dalam media lain), dan menghasilkan (6) pemenuhan kebutuhan dan (7) akibat-akibat lain, bahkan sering kali akibat-akibat yang tidak dikehendaki[10].

















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian
            Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk eksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.[11]
            Menurut Usman dan Akbar, metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam sistuasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.[12] Melalui pendekatan kualitatif ini, tim peniliti mencoba menggali informasi dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hal tersebut dilakukan berkaitan dengan realitas sosial di lokasi penelitian, dengan beberapa informan yang relevan. Dengan ini, tim peniliti dapat mengambil makna subjektif dari informan sebagai data peneltian dalam melihat realitas sosial dan dapat mempertegas hipotesis-hipotesis dalam memperkuat atau mengembangkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian ini.
Dalam penelitian lapangan di dalam Angkutan 46 Rute Senen - Pulogadung, tim peneliti mewawancarai subjek penelitian menggunakan transkrip wawancara. Dimana dalam transkrip tersebut ini terdapat bentuk pertanyaan yang sifatnya terbuka. Sifat pertanyaan yang terbuka dalam daftar pertanyaan memberikan beberapa alasan yang lebih jelas dari jawaban para informan. Selain itu jawaban dari informan memberikan banyak informasi yang lebih dalam. Sehingga hal ini memudahkan tim peneliti dalam mendapatkan informasi yang lebih jelas.

3.2. Subjek Penelitian
Penelitian lapangan ini memiliki subjek penelitian, yaitu subjek penelitian ini diantaranya beberapa informan yang sesuai dengan topik kajian Komunikasi Politik dalam Transportasi Umum. Subjek penelitian diantaranya adalah Supir Angkutan 46 Rute Senen - Pulogadung dan pengguna Angkutan 46 Rute Senen - Pulogadung.

3.3. Tempat dan Waktu
Penelitian lapangan ini dilaksanakan di dalam Angkutan 46 Rute Senen - Pulogadung. Waktu penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Mei 2016. Penelitian lapangan ini dilakukan dan disepakati oleh dosen pembimbing dan mahasiswa/i jurusan Sosiologi Program Studi Pendidikan Sosiologi 2013.

3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian lapangan ini yaitu melalui wawancara mendalam, Observasi, dan dokumentasi. Teknik wawancara dan pengumpulan data dalam penelitian lapangan ini sangat mempermudah peneliti dalam mencari informasi lebih dalam terkait pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan oleh peneliti. Melalui data yang terkumpul, tim peneliti dapat menanyakan kembali terkait jawaban dari pertanyaan yang belum jelas. Dalam wawancara juga terdapat identitas informan, ini memudahkan tim peneliti untuk menegetahui beberapa karakteristik informan. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data penelitian lapangan ini sangat memberikan kemudahan untuk peneliti dalam menerima informasi yang jelas dari informan.

3.5 . Teknis Analisis Data
Penelitian lapangan ini menggunakan teknis analisis data terbuka. Teknis analisis data terbuka ini melalui wawancara langsung kepada informan. Informan dapat ditanyakan melalui wawancara secara langsung. Pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti kepada informan dapat merujuk kepada pengumpulan data terkait yang telah disiapkan oleh peneliti. Selain itu, pertanyaan yang ditanyakan bisa lebih diperdalam. Sehingga data dan informasi yang didapat oleh peneliti lebih lengkap.







DAFTAR PUSTAKA

Referensi dari buku dan skripsi:
Creswell, John W. 2009. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Muhidin. 2012. Kepatuhan Sopir Pete-Pete Terhadap Peraturan Lalu Lintas: Sopir Pete-Pete Sudiang-Makassar Mall. Skirpsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin: tidak diterbitkan
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2011. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.


Referensi dari internet:
http://e-journal.uajy.ac.id/980/3/2EM15860.pdf diunduh pada JUmat 20 Mei 2016 Pukul 12.20 wib




[1] Muhidin, Kepatuhan Sopir Pete-Pete Terhadap Peraturan Lalu Lintas: Sopir Pete-Pete Sudiang-Makassar Mall, Skirpsi Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanuddin, 2012. Tanpa halaman
[2] Bungin, Burhan, Buku Sosiologi Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2006 h. 9
[4] Nurudin,  Pengantar komunikasi massa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 h. 27
[5] http://e-journal.uajy.ac.id/2546/4/2TS11562.pdf diunduh pada JUmat 20 Mei 2016 Pukul 12.20 wib
[6] http://e-journal.uajy.ac.id/2546/4/2TS11562.pdf diunduh pada JUmat 20 Mei 2016 Pukul 12.20 wib
[7] http://e-journal.uajy.ac.id/980/3/2EM15860.pdf diunduh pada Jumat 20 Mei 2016 Pukul 12.45 wib
[9] Dalam http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01621-MC%20Bab2001.pdf di Akses pada Jumat, 20 Mei 2016 Pukul 22.34 WIB.
[10] Dalam http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/Uses%20and%20gratification.pdf di akses pada Jumat,20 Mei 2016 Pukul 22.48 WIB
[11] John W. Creswell. 2009. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 4
[12] Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2011. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Hlm: 78

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Berparadigma Ganda

Rahayu Wilujeng Pendidikan Sosiologi A/ 2013 Paradigma dalam Sosiologi Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradigma diartikan sebagai model atau kerangka berpikir dalam ilmu pengetahuan [1] . Paradigma ini ditentukan dari dua aspek pendukung yakni perspektif intelektual dan perspektif sosial, kedua aspek inilah yang akhirnya membentuk kerangka atau model teoritis dalam kajian ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya selalu memiliki paradigma atau pandangan, namun paradigma tidak diartikan sebagai suatu teori ilmiah atau inti dari pokok pembahasan melainkan pandangan yang berisikan tentang teori-teori ilmiah tersebut. Paradigma bisa didefinisikan oleh suatu pencapaian ilmiah sebagai contoh atau sampel dimana sejumlah kesulitan ilmiah diatur dan dipecahkan dengan menggunakan pelbagai teknik konseptual dan empiris [2] . Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam satu cabang ilmu pengetahuan nampaknya dimungkinkan adanya beberapa paradigma. Paradigma in

Analisis kasus pembunuhan Angeline melalui teori Kontrol Sosial

1. Kasus Kejahatan : Pembunuhan  berencana Derita Terpendam di Balik 'Diam' Angeline [1] Oleh  Dyah Puspita Wisnuwardani on 22 Jun 2015 at 20:17 WIB Liputan6.com, Denpasar - Isak tangis dan emosi pecah dari para guru SDN 12 Kesiman, Sanur, Denpasar, Bali, ketika kantong berwarna oranye dikeluarkan oleh polisi dari sebuah rumah di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Denpasar, Rabu 10 Juni 2015.  "Angeline...Angeline," panggil seorang guru wanita dan anak-anak dari sekolah itu sembari menangis sesenggukan menatap kantong jenazah yang membelah kerumunan warga. Di dalam kantong itulah tubuh mungil Angeline, bocah berusia delapan tahun yang sebelumnya dikabarkan hilang sejak Sabtu 16 Mei 2015, terbujur kaku. Tubuhnya kemudian diangkut ke dalam mobil ambulans untuk dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, guna keperluan otopsi. "Kami menemukan ada kekerasan pada tubuh korban yang utamanya di daerah wajah dan leher berupa kekerasan tumpul," kat

Essay kreasi literasi di era digital

Restrukturisasi Masyarakat melalui pemanfaatan e-library Oleh : Rahayu Wilujeng Memasuki dekade kedua abad 21, everything is digital. Digitalisasi merambah ke setiap aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga ke pengelolaan sebuah negara. Begitu juga dengan Indonesia, arus globalisasi menuntut Indonesia untuk berpartisipasi dalam euforia era digital ini. Sebagai negara berkembang, Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mem-boost kemajuan Indonesia lebih dan lebih lagi, terutama dalam dunia pendidikan. Karena sebagai pondasi utama sebuah negara, pendidikan berada dalam posisi yang sangat sentral untuk menentukan masa depan bangsa. Mau dibawa kemana bangsa ini sangat ditentukan oleh bagaimana minat masyarakatnya terhadap baca-tulis. Literasi sebagai jantung pendidikan akan sangat penting dalam mendukung imajinasi dan kreativitas masyarakat. Oleh karena itu, literasi sangat berperan dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Peningk