DEFISIT
KEPERCAYAAN POLITIK DI REPUBLIK PENGADER KORUPTOR
Rakyat
Indonesia memang sudah tidak asing lagi mendengar kasus korupsi, hampir setiap
harinya masyarakat Indonesia dijejali dengan berita mengenai kasus-kasus
korupsi oleh petinggi negeri yang notabennya adalah sebagai wakil rakyat dalam
sistem pemerintahan Indonesia.
Apatisme
Politik
Indonesia merupakan Negara hukum yang
berdemokrasi,dimana system pemerintahan yang dianutnya adalah dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem pemerintahan ini sejalan dengan Teori
Kedaulatan Rakyat oleh Jean Jacques Rousseau,teori ini menyatakan bahwa
kekuasaan tertinggi ditangan rakyat.Rakyat memberikan kekuasaannya kepada
penguasa untuk menjalankan pemerintahan melalui sebuah perjanjian yang disebut kontrak social.
Ditahun 2014 ini, Indonesia akan menggelar dua
agenda besar bersejarah, yakni Pemilu Legislatif di bulan April dan Pemilu
Presiden di bulan Juli. Atmosfer perpolitikan pun kian memanas, terbukti dengan
gencarnya iklan-iklan partai politik sebagai bentuk pencitraan diri, juga
meningkatkan intensitas politiknya untuk mencuri simpati rakyat.
Dalam pandangan Aristoteles pun menegaskan
bahwasannya politik memang merupakan kenyataan tak terelakkan dari kehidupan
manusia. Sebagai makhluk politik, eksistensi manusia tidak terpisahkan dengan
konsepsi negara. Namun ,kenyatataan pahit pun tidak dapat dipungkiri, semangat
dari bakal calon petinggi negeri tidak
berbanding lurus dengan antusiasme masyarakat sebagai pemilih. Lembaga
Riset dan Polling Indonesia mendapati tingginya ketidakpercayaan masyarakat
terhadap janji-janji politik yang ditebar saat kampanye. Hal ini karena, 83,3
persen responden yang disurveinya mengatakan partai politik belum memenuhi
janji kampanye kepada konstituen.1
Banyak hal penyebab tingkat partisipasi politik menurun,
salah satunya adalah kasus korupsi yang merajerela dan semakin memudarnya
kepercayaan pada legitimasi pemerintahan yang tidak bisa mengubah keadaan
masyarakat, padahal menurut teori kedaulatan rakyat yang apabila dilihat dari
situasi system pemerintahan Indonesia, penguasa negara dipilih dan ditentukan
atas kehendak rakyat melalui perwakilan yang duduk dalam pemerintahan. Penguasa
negara harus mengakui dan melindungi hak-hak rakyat serta menjalankan
pemerintahan berdasarkan aspirasi rakyat. Apabila penguasa negara tidak dapat
menjamin hak-hak rakyat dan tidak bisa memenuhi aspirasi rakyat, maka rakyat
dapat mengganti penguasa tersebut dengan penguasa yang baru. Namun sepertinya
teori ini pun tidak dapat diterapkan seutuhnya di Indonesia dikarenakan
penegakan hukum yang lemah.
1 kompas 3 Maret 2014
Ancaman
Golput di Pemilu 2014
Defisit kepercayaan publik terhadap politik itu
pun selaras dengan anggapan masyarakat bahwa
pemilu tidak bermanfaat. Pemilu hanya dianggap sebagai ajang perebutan
kekuasaan, yang kemudian setelah berkuasa tidak memikirkan kepentingan rakyat
melainkan hanya mementingkan kepentingan pribadi maupun golongan. Ini
menyiratkan bahwasannya Bagaimanapun gencarnya iklan-iklan parpol
sepertinya tidak menjamin seutuhnya untuk kesuksesan pemilu dan tingkat
partisipasi politik masyarakat yang rendah pun masih akan menjadi ancaman
serius dalam pelaksanaan Pemilu 2014 nanti.
Kekuasaan yang menjadi
salah satu unsur straifikasi sosial Ini menyebabkan adanya hak-hak istimewa
yang diperoleh golongan tertentu. Dan adanya hak-hak istimewa tersebut membuat
kecenderungan terciptanya kekuasaan tunggal.Rousseau menekankan telaahnya pada
Kontrak sosial,menurutnya kesepakatan yang rasional untuk menentukan seberapa
luas kebebasan warga (yang pada asasnya tak terbatas) dan di lain pihak
seberapa besar kewenangan pejabat negara (yang pada asasnya terbatas). Dalam
mengadakan perjanjian, tiap orang menempatkan diri menyerahkan hak secara
bersama-sama di bawah kekuasaan bersama yang tertinggi sebagai kesatuan. Tiap
anggota tak terpisahkan, dan keadaan alamiah ini berakhir. Maka mereka yang
melanggar kesepakatan harus dianggap telah meninggalkan kesepakatan. Dengan
demikian, iapun akan juga kehilangan haknya (untuk sementara ataupun untuk
seterusnya) dan akan serta merta mendapat hukuman. Penjelasan itu pun apabila
ditelisik secara mendalam berhubungan erat pada fenomena golput. Penegakan
hokum yang sangat lemah turut menjadi masalah yang sangat rumit diselesaikan.
Berbagai
pelanggaran yang dilakukan pemerintah membuat banyak pihak yang memutuskan
“memilih untuk tidak memilih”. Sebagaimana pernah
dikemukakan dalam jurnal National Choice
Theory terbitan Michigan University, perilaku memilih ini bukan merupakan
bentuk reaksi, bukan sebuah aksi. Seringkali, kalkulasi untung rugi yang
menjadi pertimbangan utama dalam gerakan ini. "Kita
mengikuti fenomena sosial menjelang pemilu. Dan dari pemilu sebelumnya, tingkat
masyarakat yang menjadi golput semakin meningkat. Malah diperkirakan pemiku
tahun ini golput meningkat dua kali lipat dari tahun 2009," kata Lukman
dalam kegiatan yang bertemakan "Ancaman Golput dan Strategi Membangun
Partisipasi Politik Rakyat" itu.2
2BatamToday.com
17 Februari 2014
Upaya dan
Solusi Bersama
Tak ada yang bisa
mengelak bahwa tingginya angka golput memang merupakan representasi dari kesewenang-wenangan
pemerintah dan penyalahgunaan kekuasaan,. Namun rasanya, terus-menerus ‘melepas
tangan’ dari keikutsertaan pemilu hanya menjadi cerminan dari rasa skeptis yang
tak ada berujung. Apalagi, jika kemudian para pemilih yang menganut paham
golput, hanya berpangku tangan pasrah pada kenyataan yang sesungguhnya akan
melunturkan nasionalisme dan membuat bobrok
bangsa ini.
Indonesia menganut sistem
demokrasi, Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisispasi politik dan
turut memperbaiki sistem yang ada saat ini, sistem demokrasi adalah satu-satunya sistem yang
memberikan ruang bagi koreksi publik,. Tak
perlu skeptis karena apapun yang terjadi pada bangsa ini ada di tangan pemilih,
tidak semua calon petinggi negeri adalah koruptor. Rousseau pun berpendapat
bahwa manusia itu pada hakekatnya baik. Segala tindakan didasarkan atas
kepercayaan diri, cinta kasih, dan belas kasihan pada sesamanya. Dan Bagi
Rousseau, kontrak sosial yang dibentuk “hanyalah” berhakikat sebagai
kesepakatan tentang cara dan sarana yang diputuskan guna menjamin bagaimana hak
tetap bisa dilindungi dan bagaimana kekuasaan publik bisa dibentuk demi
terlindunginya hak-hak manusia dalam statusnya sebagai warga negara itu, dalam Catatan Pinggir 7 Gunawan Samad pun menelaah
demokrasi itu tak ayal seperti teater; ini bukan soal proses menemukan
kebenaran, namun tentang mengatasi serta menghadapi kesalahan.
Keterangan:
- Fakta : Menurunnya kepercayaan politik di Masyarakat
- Konsep : Apatisme Politik dan Ancaman golput pemilu 2014
- Generalisasi : Seluruh pemaparan, deskripsi, argumentasi, dan analisis dari
beberapa konsep di atas.
- Teori : Teori Kedaulatan Rakyat (Jean Jacques Rousseau)
- Hukum/Dalil : Menurunnya kepercayaan publik terjadi karena penyalahgunaan kekuasaan oleh petinggi Negara, Jika system pemerintahan Indonesia telah terbukti mampu mensejahterakan masyarakat maka akan menekan angka golput di Indonesia dan antusiasme masyarakat tyang akan terus meningkat.
Komentar
Posting Komentar