Langsung ke konten utama

Money Politic



UANG SEBAGAI PENGATUR DAN ALAT MEMBELI KEKUASAAN
Studi kasus : Politik uang atau Money politic dalam membeli kekuasaan publik pada Pemilihan Umum di Indonesia
Oleh : Rahayu Wilujeng[1]
ABSTRAK
Analisis ini ingin menjelaskan bagaimana uang memengaruhi dan mengendalikan manusia dalam segala hal begitu juga dalam dunia perpolitikan atau perebutan kekuasaan .Sebagai negara demokrasi, Indonesia pun sudah tidak asing lagi mendengar politik uang atau money politic. Tujuan dari politik uang ini tidak lain adalah untuk merebut hati para pemilih. Dalam analisis ini pun menyiratkan bahwa uang membawa pengaruh yang besar bagi setiap hal yang disentuhnya. Ia berfungsi sebagai pemberi motivasi, alat mencapai kebahagiaan, namun tak jarang uang justru menjadi tujuan dalam setiap kegiatan manusia dan melunturkan nilai-nilai luhur yang ada.

LATAR BELAKANG
Didalam pertempuran pasti ada yang menang dan ada yang kalah, begitu juga dengan pertempuran politik selalu saja ada pihak yang diuntungkan maupun dirugikan. Yang pada hakikatnya politik mempunyai arti yang sesungguhnya, bahwa politik senantiasa ambivalen, Dewa Janus yang bermuka dua adalah citra yang benar dari kekuasaan dan mengungkapkan kebenaran politik yang paling dalam.[2] Dapat didefinisikan bahwa politik identik dengan suatu hal yang kejam namun tak dapat terelakkan dalam kehidupan manusia karena sesungguhnya secara psikologis manusia lekat dengan hasrat untuk berkuasa seperti yang telah diungkapkan Alred Adler bahwa kecenderungan otoritarianisme suatu unsure fundamental didalam jiwa manusia, yang menggantikan libido –naluri kesenangan- didalam konsepsi Freudian (dalam Maurice Duverger, 2003:181). Melalui analisis ini perlu dipahami bahwa seseorang memiliki hasrat untuk berkuasa, terkadang naluri untuk berkuasa itulah yang mengalahkan akal sehat dan menempuh segala cara untuk dapat mencapainya. Ungkapan ‘uang berkuasa” adalah karikatur dalam realitas politik; uang tidak pernah menjadi satu-satunya “penguasa”. Namun dalam banyak masyarakat, dan bukan saja dalam masyarakat kapitalis, uang adalah senjata yang hakiki.[3]
Semua orang terkesan membutuhkan uang. Bukan berarti ini sesuatu yang salah atau dilarang, namun ironisnya uang menjadi tujuan bukan semata-mata alat mencapai tujuan tersebut. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan uang sebagai obyek. Subyeknya lah yang salah dalam melihat obyek sehingga akhirnya obyek menjadi subyek dan subyek menjadi obyek.

PEMBAHASAN
Money politic dapat diartikan dengan suap, arti suap secara garis besar merupakan uang sogok. Dalam hal ini Uang menjadi faktor penentu seseorang untuk membuat keputusan, umumnya mereka yang terperdaya adalah kelompok orang yang memiliki tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang rendah. Pendidikan mempunyai pengaruh yang penting terhadap de-alienasi pemilih.[4] Persepsi lain justru diungkapkan oleh mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi. Mereka menolak dan tidak setuju dengan adanya pemberian yang dilakukan oleh calon kandidat, karena bila seorang baru mencalonkan diri saja sudah banyak mengeluarkan banyak uang, maka bila ia terpilih menjadi kepala desa pasti akan berusaha mengembalikan uang yang sudah dikeluarkanya walaupun dengan cara yang kotor.[5] Tak terelakkan juga pemangku jabatan di lembaga negara maupun kelompok orang borjuise lainnya yang masuk dalam daftar terpidana pada kasus korupsi dan menjadi kapitalis yang kejam, sehingga merugikan negara dan rakyat dalam jumlah uang dan keuntungan yang tidak bisa terbilang sedikit. Gaji dan tunjangan yang mereka dapatkan tidak sedikit. Namun mengapa mereka sampai masih berpikir untuk melakukan korupsi dan mengambil keuntungan yang berlimpah dari pekerjanya? Sulit dipahami memang, tapi inilah realitasnya, uang memengaruhi dan mengendalikan kehidupan manusia. Tak hanya dalam kesengsaraan ,namun dalam kesejahteraan, uang juga tetap berkuasa dan juga mengendalikan hidup seseorang. 
Memang tidak semua, uang yang digunakan dalam proses pencalonan disebut Politik uang yang penggunaan uang berkonotasi dalam suatu hal yang haram untuk dilakukan, misalnya uang yang diperlukan secara wajar untuk mendukung operasionalisasi aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan oleh calon kandidat seperti administrasi pendaftaran pasangan kandidat, biaya operasional kampanye pasangan kandidat, pembelian spanduk dan stiker, dan lain sebagainya. Sumbernya pun bisa berasal dari simpatisan dengan tidak memiliki kepentingan khusus dan besarannya ditentukan dalam UU dan PP.
Suburnya politik uang di Indonesia tidak lepas dari cara pandang masyarakat pemilih yang permisif terhadap politik uang itu. Pada proses demokrasi, termasuk demokrasi dari pemilihan umum tingkat RT,  praktek money politics tumbuh subur karena dianggap suatu kewajaran yang mutlak ,masyarakat tidak peka terhadap bahayanya. Dari beberapa pemberitaan terungkap bahwa masyarakat menganggap menerima uang politik adalah bagian dari rezeki, sedangkan jika tidak menerima, masyarakat menganggap rezeki tidak sedang menghampiri. Di sisi lain, mereka yang tak kebagian uang politik merasa diperlakukan tidak adil, walau mereka sadar bahwa uang politik tidak benar.[6] Kepedulian dan pemahaman masyarakat yang amat rendah mngenai politik membuat mereka amat tergantung dari pihak-pihak luar untuk membuat keputusan memilih.[7]
Para politisi yang ingin menduduki kursi pemerintahan, menjaring dukungan dari para pemilih melalui sebuah ajang yang disebut “kampanye”  atau ajang mempromosikan diri .Pada hakikatnya kampanye ini dilakukan untuk mendapatkan simpatisan publik. Pada saat-saat genting menjelang hari pemungutan suara ini lah, money politic di gencarkan oleh para politisi sebagai senjata mencapai tujuan tersebut. Dalam bahasa Jerman Kampanye pemilu biasa disebut “Wahlkampf” yang terjemahan harfiahnya adalah “perang pemilihan umum”. Dari sini jelas bahwa yang diperjuangkan adalah kekuasaan dan pengaruh. Karena pada kenyataannya yang dipermasalahkan senantiasa adalah perolehan atau kehilangan kekuasaan. [8]  menggunakan politik uang ini menyiratkan bahwa keputusan politik ditentukan dari banyaknya kekayaan oleh sang calon wakil rakyat itu.

Uang Menurut George Simmel
Dalam nilai Simmel mendiskusikan uang. Dalam ranah sosial-ekonomi, uang berperan dalam menciptakan jarak dengan objek dan menjadi sarana untuk mengatasi jarak terhadap objek tersebut. Nilai uang yang tidak mencukupi menyebabkan adanya jarak terhadap objek, namun saat ketersediaan itu mencukupi, uang mampu mengatasi jarak itu. Jadi uang berfungsi menciptakan jarak antara orang dengan obyek tersebut. Analisa jarak terhadap objek yang dapat diatasi dengan uang ini dapat pula digunakan dalam menganalisa sistem politik di Indonesia .
Politik uang ini merupakan cerminan yang nyata atas masalah keterjangkauan jarak yang dapat diatasi dengan uang , dalam pengawasannya poltik uang ini lebih menekankan pengawasan pada akhir-akhir menjelang pemungutan suara padahal sudah seharusnya pengawasan dilakukan dari awal pencanangan bakal calon wakil rakyat itu demi mecegahnya praktik politik uang yang sesungguhnya hanya menjadi kesenangan sesaat bagi rakyat Indonesia. Adalah penting untuk memeriksa kembali secara seksama setiap langkah dalam persiapan dan pelakasanaan pemilu.  Seringkali kita berpikir bahwa pengawasan proses pemilu hanya diperlukan dalam hari-hari terakhir menjelang pemilu. Hal ini tentu keliru, karena kecurangan dalam pemilu  seperti money politic itu dapat terjadi sejak awal, yakni sejak proses pendaftar pemilih sampai pada penentuan penetapan Anggota yang menang dalam pemilihan umum tersebut.[9]
George Simmel pun menyatakan bahwa uang sebagai fenomena spesifik yang dikaitkan dengan berbagai komponen kehidupan lain, termasuk “pertukaran, kepemilikan, keserakahan, pemborosan, sinisme, kebebasan individu, gaya hidup, kebudayaan,nilai kepribadian dan lain sebagainya.[10] Di dalam artikelnya yang berjudul Philosophie des Geldes: Wir haben die Vernunft verloren (2010), Gerhard Hofweber berusaha menjelaskan, bahwa hidup bersama kita telah kehilangan akal sehatnya, sehingga mendewakan uang di atas segalanya. Pandangan bahwa uang adalah nilai tertinggi adalah kesalahan terbesar peradaban modern. Manusia modern menjadi buta, karena ia tidak bisa membedakan, mana yang merupakan alat, dan mana yang merupakan tujuan.
Bagai gurita raksasa, politik uang menebarkan racun ke hampir semua sendi demokrasi, Ia memasung para kandidat akibat utang politik dan membutakan nurani rakyat dengan serangan fajar.[11] John Markoff (2002: 206) mengindikasikan bahwa fenomena ini sebagai hybrid dalam demokrasi masa transisi. Fenomena hybrid demokrasi ini merupakan percampuran elemen-elemen demokratis dengan elemen-elemen non demokratis yang dapat ditemui secara bersamaan dalam sebuah sistem politik. Akibat situasi korupsi yang telah menjadi kultur inilah yang menyebabkan money politics kini dilakukan secara terang-terangan. Pengaruh kondisi yang demikian menyebabkan adanya pandangan bahwa money politics adalah given atau menjadi way of life dalam system masyarakat.[12]
Bangkitnya pemahaman bahwa kekuasaan didasarkan pada uang adalah pada bangkitnya masyarakat borjuise pada abad Sembilan belas. Kesan ini bangkit karena  kaum nouveax-riches (orang kaya baru) yang secara sosial canggung dan suka pamer, sedang menggantikan kelas kaya sebelumnya, yang terdidik baik dan lebih arif.[13] Indonesia sebagai Negara demokratis memang menganut kebebasan bersama yang pada dasarnya setiap orang mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan uang dan memperoleh kekayaan, bahkan sampai membeli kekuasaan politik.
Bagi Simmel, uang bukanlah ’substansi’ yang pada dirinya sendiri bernilai dan karenanya dapat ditukarkan dengan apa saja. Uang pada hakikatnya adalah relasi, yakni relasi pertukaran, yang diwujudkan secara jasmaniah. Uang, dengan kata lain merupakan sebuah simbol dari relasi pertukaran.[14] Menurut Daniel Dhakidae (2011) politik uang ini merupakan mata rantai dari terbentuknya kartel politik. Demokrasi perwakilan yang mengandalkan votes (suara) dengan mudah diubah menjadi sebuah komoditas, yang akan dijual pada saat sudah diperoleh dan dibeli saat belum diperoleh. Dibeli waktu pemilihan umum dengan segala cara dan dijual pula dengan segala cara.

Teori Rasionalitas Max Weber
Modernisasi menyebabkan dampak negative yang meciptakan menurunnya kualitas manusia karena manusia di zaman modern ini terjebak pada rasionalitasnya sendiri. Rasionalitas ini sejalan dengan teori Rasionalitas oleh Max  Weber dimana ia merumuskan tipe-tipe rasionalitas manusia. Rasionalitas menurut Weber adalah Pertimbangan sadar untuk melakukan tindakan yang logis. Weber mengklasifikasikan tipe-tipe Rasionalitas itu ke dalam 4 Tipe.
Tipe pertama adalah rasionalitas praktis yang berarti setiap jalan hidup yang memandang  dan menilai aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan individu yang murni pragmatis dan egoistis. Tipe kedua adalah rasionalitas teoritis melibatkan upaya kognitif untuk menguasai realitas melalui konsep-konsep yang makin abstrak dan bukannya melalui tindakan. Tipe ketiga rasionalitas subtantif rasionalitas ini secara langsung menyusun tindakan-tindakan ke dalam sejumlah pola melalui kluster-kluster nilai. Dan Tipe yang keempat adalah rasionalitas  formal yaitu rasionalitas yang melibatkan kalkulasi sarana dan juga tujuan.

Dari 4 Tipe diatas, Menurut analisis teori yang paling relevan menggambarkan rasionalitas dalam Politik uang ini adalah Rasionalitas Praktis yang berarti setiap jalan hidup yang memandang  dan menilai aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan individu yang murni pragmatis dan egoistis. Orang yang mempraktikkan rasionalitas ini menerima realitas  yang ada dan sekedar mengkalkulasikan cara termudah untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi.[15] Bakal Calon Wakil rakyat dalam mempromosikan diri di ajang kampanye sering kali memanfaatkan segala cara termudah demi mendapat simpatisan para pemilih
Keadaan ini terus berkembang dan seakan menggambarkan bahwasannya siapa yang memiliki banyak uang dialah yang berhak memiliki kekuasaan. Kekuasaan yang didapat bukan semata-mata untuk memajukan atau mensejahterakan suatu kaum ,namun lebih kepada kepentingan pribadi maupun golongan bukan lagi kepentingan bersama. Dikutip dari berita tentang pemilihan kepala daerah Sukabumi bahwasannya Bank Indonesia memperkirakan pilkada yang berlangsung di 244 daerah tahun 2010 menelan biaya sekitar Rp 4,2 triliun dari anggaran yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk penyelenggaraan dan dana kampanye, yang ditanggung para kandidat kepala daerah.[16]









KESIMPULAN
Politik uang atau biasa disebut money politic merupakan fenomena yang tidak dapat dikatakan baru lagi di Indonesia. Fenomena ini seakan sudah mendarah daging dan menjadi suatu kewajaran dalam ajang pemilihan umum dalam berbagai tingkatan. Politik ini menggunakan uang sebagai objek untuk dapat mempengaruhi pemilih, dapat dikatakan uang memang memiliki andil besar dalam penentuan pemenangan kandidat tertentu di dunia perpolitikan. Analisis ini sejalan dengan teori Simmel  mengenai uang dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Begitu juga analisis melalu teori rasionalitas Max Weber, Politik uang ini menekankan pada Rasionalitas praktis atau mempraktiskan (mempermudah) segala cara demi terwujudnya tindakan yang dianggap rasional itu.
Politik uang yang jamak terjadi di masyarakat Indonesia bagaikan sebuah candu. Di satu sisi masyarakat dapat menikmatinya dalam jangka pendek, namun di sisi lain secara jangka panjang praktek ini dapat merusak bangunan demokrasi. Bahkan berpotensi besar menyebabkan korupsi politik yang pada akhirnya merugikan masyarakat.Dalam mengatasi politik uang ini  seperti juga yang telah ditunjukkan sejarah, tidak ada kekuatan yang dapat menandingi kekuatan rakyat. Karena itu, politik uang bisa takluk jika rakyat juga berpartisipasi nyata dengan sumbangan dana. Hanya dengan sumbangan dana dari masyarakat, kemenangan yang nantinya diraih dalam pemilihan presiden akan menjadi kemenangan bangsa.[17] Namun dibalik kebusukan politik uang ini tersirat bahwa uang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti yang diutarakan Franncois Guizot Menjawab kepada mereka yang mengeritiknya karena menyerahkan monopoli kekuasaan politik di dalam tangan orang kaya: Enrichissez-vous! (perkayalah dirimu sendiri).[18]



DAFTAR PUSTAKA
Buku
1.      Maurice Duverger, Sosiologi Politik; hakikat politik ,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005)
2.      George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Klasik (Bantul: Kreasi Wacana,2012)
3.       Indra Ismawan,“MONEY POLITICS – Pengaruh Uang Dalam Pemilu (Ypgyakarta: Media Pressindo, 1999)
4.      Friedrich Nauman,Strategi Politik (Jakarta: Nomos, Baden-Baden, 2000)

Jurnal
5.      Paskal Kleden, jurnal sosiologi praktik demokrasi dalam masyarakat (Depok: LABSOSIO FISIP-UI,2006),
6.      (www.antaranews.com/.../bi-perkirakan-biaya-pilkada-2010-capai-rp4...,diunduh tgl. 26 Desember 2011).
9.      http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/05/108279/Dilema-Praktik-Politik-Uang-di-Pilkada
Karya ilmiah
Apriyanto Hendi. NIM 7101412024. Money Politics Dalam Pencalonan Kepala Desa di Desa Lebakgowah. (Universitas Negeri Malang 25/01/2014)




[1] Mahasiswa UNJ   Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sosiologi A 2013 NIM : 4815131270
[2] Maurice Duverger,Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003),h.174 .
[3] Maurice Duverger,Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003),h.258 .
[4] Paskal Kleden, jurnal sosiologi praktik demokrasi dalam masyarakat (Depok: LABSOSIO FISIP-UI,2006), h.127 .
[5] Apriyanto Hendi. NIM 7101412024. Money Politics Dalam Pencalonan Kepala Desa di Desa Lebakgowah. (Universitas Negeri Malang 25/01/2014 h.86)
[7] Paskal Kleden, jurnal sosiologi praktik demokrasi dalam masyarakat (Depok: LABSOSIO FISIP-UI,2006), h.127 .
[8] Friedrich Nauman,Strategi Politik (Jakarta: Nomos, Baden-Baden, 2000), h.7 .
[9] Friedrich Nauman,Strategi Politik (Jakarta: Nomos, Baden-Baden, 2000), h.232 .
[10] George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Klasik (Bantul: Kreasi Wacana,2012),h188 ..
[12]  Indra Ismawan,“MONEY POLITICS – Pengaruh Uang Dalam Pemilu (Ypgyakarta: Media Pressindo, 1999), h. 24.
[13] Maurice Duverger,Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003),h.259 .
[15] George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Klasik (Bantul: Kreasi Wacana,2012),h148 .
[16] (www.antaranews.com/.../bi-perkirakan-biaya-pilkada-2010-capai-rp4...,diunduh tgl. 26 Desember 2011).
[18] Maurice Duverger,Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003),h.260 .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Berparadigma Ganda

Rahayu Wilujeng Pendidikan Sosiologi A/ 2013 Paradigma dalam Sosiologi Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradigma diartikan sebagai model atau kerangka berpikir dalam ilmu pengetahuan [1] . Paradigma ini ditentukan dari dua aspek pendukung yakni perspektif intelektual dan perspektif sosial, kedua aspek inilah yang akhirnya membentuk kerangka atau model teoritis dalam kajian ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya selalu memiliki paradigma atau pandangan, namun paradigma tidak diartikan sebagai suatu teori ilmiah atau inti dari pokok pembahasan melainkan pandangan yang berisikan tentang teori-teori ilmiah tersebut. Paradigma bisa didefinisikan oleh suatu pencapaian ilmiah sebagai contoh atau sampel dimana sejumlah kesulitan ilmiah diatur dan dipecahkan dengan menggunakan pelbagai teknik konseptual dan empiris [2] . Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam satu cabang ilmu pengetahuan nampaknya dimungkinkan adanya beberapa paradigma. Paradigma in

Analisis kasus pembunuhan Angeline melalui teori Kontrol Sosial

1. Kasus Kejahatan : Pembunuhan  berencana Derita Terpendam di Balik 'Diam' Angeline [1] Oleh  Dyah Puspita Wisnuwardani on 22 Jun 2015 at 20:17 WIB Liputan6.com, Denpasar - Isak tangis dan emosi pecah dari para guru SDN 12 Kesiman, Sanur, Denpasar, Bali, ketika kantong berwarna oranye dikeluarkan oleh polisi dari sebuah rumah di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Denpasar, Rabu 10 Juni 2015.  "Angeline...Angeline," panggil seorang guru wanita dan anak-anak dari sekolah itu sembari menangis sesenggukan menatap kantong jenazah yang membelah kerumunan warga. Di dalam kantong itulah tubuh mungil Angeline, bocah berusia delapan tahun yang sebelumnya dikabarkan hilang sejak Sabtu 16 Mei 2015, terbujur kaku. Tubuhnya kemudian diangkut ke dalam mobil ambulans untuk dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, guna keperluan otopsi. "Kami menemukan ada kekerasan pada tubuh korban yang utamanya di daerah wajah dan leher berupa kekerasan tumpul," kat

Essay kreasi literasi di era digital

Restrukturisasi Masyarakat melalui pemanfaatan e-library Oleh : Rahayu Wilujeng Memasuki dekade kedua abad 21, everything is digital. Digitalisasi merambah ke setiap aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga ke pengelolaan sebuah negara. Begitu juga dengan Indonesia, arus globalisasi menuntut Indonesia untuk berpartisipasi dalam euforia era digital ini. Sebagai negara berkembang, Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mem-boost kemajuan Indonesia lebih dan lebih lagi, terutama dalam dunia pendidikan. Karena sebagai pondasi utama sebuah negara, pendidikan berada dalam posisi yang sangat sentral untuk menentukan masa depan bangsa. Mau dibawa kemana bangsa ini sangat ditentukan oleh bagaimana minat masyarakatnya terhadap baca-tulis. Literasi sebagai jantung pendidikan akan sangat penting dalam mendukung imajinasi dan kreativitas masyarakat. Oleh karena itu, literasi sangat berperan dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Peningk